Setiap investor yang ingin masuk ke pasar saham pasti paham bahwa saham punya resiko tinggi. Nilai saham itu juga fluktuatif. Menurut arti harfiahnya, fluktuatif artinya labil atau berubah-ubah. Ya, nilai saham bisa berubah nilainya, kadangkala naik, kadang turun. Kadang naik lambat, kadang naik cepat. Kadang turun cepat, kadang turun lambat.

 

Maka kembalilah diskusi kita ke fluktuasi saham. Lalu sebenarnya bagaimana kita harus menyikapi fluktuasi saham?

 

Sebagai investor yang ingin bertindak dalam jalur rel investasi jangka panjang, saya tidak ingin setiap saat “diganggu” oleh perubahan harga. Selain bikin pusing dan menghabiskan tenaga, gejolak fluktuasi pasar juga berpotensi mengganggu visi investor jangka panjang.

Ada satu pendapat yang bilang (saya saat ini lupa siapa yang mengatakan ini, nanti kalau ingat akan saya update tulisan ini), inti pendapatnya dalam kutipan bebas berbunyi begini, “Jika perspektif investasi adalah jangka panjang, lalu kamu tidak peduli dengan perubahan harga dalam jangka pendek, seandainya terjadi kenaikan atau penurunan di tengah-tengah itu sementara kamu mengabaikan atau tidak menganggapnya ada, maka sesungguhnya memang tidak ada.”

Suatu saat saya sedang akumulasi sebuah saham dari harga awal 375-an. Saham itu bergerak ke 450-an. Saya sempat jual sedikit untuk ambil posisi untung. Tapi kemudian sahamnya turun di kisaran 350-an. Sering begitu. Bagaimana saya harus bersikap menghadapi fluktuasi ini?

Skenario #1: Saya bisa lepas pada nilai yang saya percaya cukup tinggi, saya percaya angka 450 lalu cukup sebagai patokan untuk melepas. Lalu bila saham turun lagi, maka saya bisa membelinya, dan mungkin menciptakan peluang keuntungan berikutnya. Bila kondisi pasar tidak sepaham dengan perkiraan ini, dan malah tidak pernah turun lagi, toh saya sudah untung, saya bisa mengalihkan dana penjualan untuk membeli saham lainnya.

Skenario #2: Saya bisa melepasnya sedikit-sedikit, untuk menjaga peluang bila ternyata akan naik lagi, lalu membeli lagi bila nantinya turun.

Skenario #3: Saya bisa menahannya dan tidak memperdulikan naik atau turun ini.

Ternyata pilihan saya adalah pada skenario yang terakhir ini. Alasan logisnya adalah karena perspektif investasi saya adalah jangka panjang. Anda mungkin bisa berbeda dengan saya, tapi perlu diketahui, menjadikan diri sendiri percaya dengan cara investasi jangka panjang, dan secara mental siap menghadapinya itu susah. Maka susah pula untuk mengubah perspektif dan mental ini untuk bersikap spekulatif.

Seorang spekulatf, kata Graham, tidak akan bisa menerima ide untuk menunggu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk melihat hasil investasinya menghasilkan sesuatu yang nyata seperti yang dipercayainya.

Ben Graham tentang Fluktuasi Pasar

Berita hujan di pusat Jakarta yang membikin banjir sore ini serta suasana gerimis membuat saya ingin santai, menghilangkan pikiran sejenak dari pekerjaan di rumah (ya saya kerja di rumah). Lalu saya ambil buku The Intelligent Investor karya Ben Graham. Buku ini sudah saya baca dari awal hingga akhir sebanyak tiga kali, tapi ternyata masih saja ada hal-hal yang terlewat dari bacaan saya. Terbukti ketika saya baca daftar isi, ternyata Graham telah menuliskan hal itu dalam Bab 8 yang berjudul Investor dan Fluktuasi Pasar (dalam edisi terjemahan Indonesia yang diterbitkan Serambi ada di halaman 243).

Berikut sekilas pendapat Graham tentang fluktuasi pasar adalah:

  • Investor bisa mengambil keuntungan, baik melalui pembelian atau penjualan. Tentu ini didasarkan pada pandangan investor tentang nilai saham tersebut.
  • Namun, ini bisa berbahaya dan membawa ke aksi spekulasi, sesuatu yang tidak kita setujui.
  • Karena perspektif investasi jangka panjang, investor sudah siap dengan rentang yang investasi yang panjang (kepemilikan saham), dan ia pasti menjumpai pergerakan (naik/turun) yang repetititif, maka tidak ada salahnya mengambil aksi untung (dan harus siap finansial dan psikologis).
  • Ada dua cara yang bisa digunakan, yaitu: timing dan pricing. Yang dimaksud dengan timing adalah berusaha mengantisipasi pergerakan pasar--membeli atau menyimpan ketika di masa mendatang diperkirakan naik, menjual atau tidak melakukan pembelian ketika ketika arah di masa mendatang diperkirakan turun. Yang dimaksudkan pricing adalah berusaha membeli ketika harganya ada di bawah nilai wajarnya dan menjual ketika harganya ada di atas nilai wajarnya.
  • Investor yang berhati-hati seyogyanya tidak menutup telinga dengan forecasting, analis saham, meski tidak menelan mentah-mentah semua ide yang ada. Dengan mengetahui ramalan dan rumor itu kita bisa jauh lebih siap.
  • Seyogyanya investor punya formula (rencana aksi) dalam mengelola investasinya, bila fluktuasi naik, ia bisa pelan-pelan menjual lalu memindahkan dananya ke instrumen yang lebih aman, bisa berupa obligasi (atau reksadana), atau juga (pendapat saya) ke saham lain yang masih menguntungkan.
  • Bukan harga mati menunda pembelian hingga level harga terendah (siapa yang tahu itu harga terendah?), bisa saja ini melewatkan kesempatan investasi yang bagus.
  • Investor dengan portoflio saham yang bagus (yang dengan sungguh-sungguh dipelajari dan dicarinya), tidak akan khawatir dengan penurusan drastis, atau tidak akan cepat girang dengan kenaikan cepat sahamnya.
  • Langkah sederhana lain untuk mengantisipasi fluktuasi pasar adalah melakukan investasi dengan metode dollar cost averaging, membeli sejumlah nilai tertentu saham pada waktu yang terjadwal. Hal ini terbukti menghasilkan imbal balik investasi yang jauh lebih bagus daripada banyak spekulator.
Bila Anda investor agresif, yaitu jenis investor yang siap meluangkan waktu untuk belajar, membuka/membaca data, meluangkan waktu untuk mengevaluasi portfolio investasi Anda, tidak ada salahnya mengantisipasi fluktuasi pasar saham, tentu saja Anda harus siap secara finansial dan psikologis. Siap dana untuk antisipasi peluang beli. Siap psikologis untuk antisipasi penurunan drastis, lalu mengoreksinya dengan dana lainnya.

Selamat berinvestasi!


Diterbitkan: 16 Mar 2011Diperbarui: 9 Feb 2022