Dalam investasi reksadana kita mengenal istilah laju pergantian portofolio (portfolio turnover rate), artinya ukuran seberapa besar aset dari sebuah investasi (reksadana atau fund) dibelikan dan dijual oleh manajer investasi. Ukuran ini sangat penting buat investor. Kita tahu semakin sering bertransaksi akan semakin besar pula biasa yang dibayarkan ke broker. Laju pergantian portofolio lebih kecil akan lebih bagus dibanding mereka yang terlalu sering bertransaksi. Di reksadana-reksadana luar negeri informasi laju pergantian portofolio ini bisa kita jumpai dengan mudah. Sayangnya kita tidak begitu mudah menjumpai informasi ini di reksadana di Indonesia. Kita tidak membahas reksadana, tapi kali ini saya ingin mengingatkan kembali tentang laju pergantian portofolio. Terima kasih buat pembaca di tulisan sebelumnya yang mengingatkan saya tentang hal ini.

Menurut investopedia, menghitung laju pergantian portofolio itu rumusnya sederhana, yaitu membagi total biaya pembelian saham baru atau total nilai saham yang dijual (pilih yang paling kecil) dalam suatu periode dibagi dengan nilai aktiva bersih (NAB) investasi.

Dengan memakai teori ini, ternyata laju pergantian portofolio saya pada 2012 lalu cukup tinggi, yaitu 172%. Hal ini memang sudah pernah menjadi perhatian saya dalam evaluasi kegiatan investasi 2012 lalu. Nah berapa laju pergantian portofolio anda? Apakah lebih kecil dari saya? Atau lebih besar?

Lalu ada pertanyaan, berapa nilai ideal laju pergantian portofolio seorang investor? Tidak ada yang baku. Menurut tulisan lama ini yang mengukur turnover rate value investor Amerika pada 2009, turnover ratenya hanya 42%. Tapi investopedia pernah membuat ulasan yang memuat kisaran portfolio turnover dari beberapa kategori reksadana. Hal yang menarik di sana adalah perbedaan fund big cap, blue chips verus small/medium cap, growth versus foreign. Ternyata fund berorientasi growth, small, dan foreign mempunyai turnover jauh lebih tinggi. Dengan membandingkannya, turnover rate value investor memang lebih kecil.

Hal ini membawa kesimpulan singkat saya bahwa:  selain gaya masing-masing manajer investasi, laju pergantian portofolio juga tergantung kondisi peluang dan gejolak pasar. Di sebuah pasar saham seperti Indonesia yang bisa menciptakan peluang keuntungan ratusan persen dalam waktu singkat, kesempatan dan ‘godaan’ untuk bertransaksi di sini mungkin jauh lebih banyak dibanding di Amerika Serikat.

Menyatakan kalimat terakhir di atas bukan apologia terhadap gaya investasi saya. Adalah bukti laju pergantian portofolio saya pada 2012 lalu terlalu tinggi. Saya mengakui itu. Dan saya ingin menurunkannya. Bila 2013 ini belum bisa, saya ingin menurunkannya di tahun-tahun mendatang. Tapi hanya menjaga laju pergantian portofolio dan mengabaikan kesalahan keputusan investasi sebelumnya lalu tidak melakukan apa-apa, itu juga salah. Keputusan investasi harus selalu dipantau dan dievaluasi. Tapi pada akhirnya, laju lebih rendah akan membuktikan bahwa investor sudah semakin hati-hati dalam membuat keputusan investasi. Dengan mendasarkan kegiatan investasi melalui riset menyeluruh, lebih berhati-hati dan konservatif, pada akhirnya laju pergantian portofolio akan semakin sedikit.


Diterbitkan: 7 Jul 2013Diperbarui: 9 Feb 2022