Ada 451 emiten saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) ketika tulisan ini dibuat. Jumlah ini masih sedikit dibandingkan dengan jumlah emiten di bursa negara lain. Tapi kita tahu pertumbuhan perusahaan di BEI sangat bagus. Jadi meski jumlahnya sedikit, peluang investasi di BEI masih terlihat sangat menarik.
Dari beberapa perusahaan yang bagus ini, kalau kita analisis mendalam, terlihat ada beberapa emiten pilihan dengan harga yang cukup menarik. Artinya ada peluang untuk investasi di sana. Tapi jumlah peluang ini mereka terlalu banyak. Apakah lebih bagus masuk ke semua peluang tadi untuk melakukan diversifikasi atau fokus ke beberapa emiten pilihan dan terbaik?
Memang benar jangan taruh telurmu dalam satu keranjang. Pameo ini benar adanya. Bila keranjang jatuh bisa jadi telur pecah semua dan kita hanya menyesali nasib tak punya tabungan masa depan. Tapi perumpamaan ini tidak sepenuhnya tepat. Apalagi bila Anda investor saham konservatif. Saham tak mungkin hilang/musnah kecuali perusahan bangkrut. Tapi karena Anda investor konservatif, tak mungkin lah bakal memilih saham perusahaan buruk.
Diversifikasi itu bagus. Tapi terlalu banyak diversifikasi akan membuatnya menjadi diworsification, mengutip istilah Peter Lynch, atau diversifikasi buruk.
- Diversifikasi terlalu banyak membuat peluang keuntungan Anda tersebar dan hanya menjadi rata-rata. Mungkin benar ada salah satu emiten menghasilkan keuntungan ratusan persen, tapi emiten lain bisa jadi hanya di bawah 10% atau masih minus. Angka rata-rata portofolio akan jadi tidak signifikan. Semakin banyak diversifikasi akan semakin mengecilkan peluang keuntungan. Hal ini seperti angka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), bila portofolio Anda mengikuti IHSG, hasil pengembalian bisa jadi akan mirip IHSG.
- Diversifikasi terlalu banyak membuat kita tidak lincah dalam operasi investasi. Tidak lincah di sini dimaksudkan sebagai menangkap peluang baik membeli saham yang sedang turun atau menjual saham yang naik. Bila dana kita minim, hal ini akan lebih parah karena kita hanya mendapat sedikit saham untuk masing-masing emiten. Ketika salah satu emiten jatuh harganya, sementara dana kita sudah terpakai semua, maka langkah kita terhenti dan peluang tersebut sirna saja.
- Bila dana sangat minim, atau bila baru memulai investasi, lebih baik fokus pada satu atau dua saham saja. Dengan fokus pada salah satu saham, langkah kita akan fokus, kemudian bila saham tersebut mengalami fluktuasi kita bisa menyesuaikan apakah membeli bila harganya turun atau menjual sedikit demi sedikit bila harganya naik untuk mendapatkan keuntungan sementara. Sambil tidak melupakan tujuan investasi jangka panjang, kita bisa fleksibel melangkah di satu saham tersebut saja. Angap kita ingin memegang 10 lot saham ABCD. Maka ketika turun beberapa poin, kita bisa menambah 1-5 lot ABCD. Ketika harganya naik, 1-5 lot tersebut sehingga hasil akhirnya kita tetap memegang 10 lot saham ABCD sebagai investasi jangka panjang.
- Diversifikasi terlalu banyak akan merepotkan untuk memantaunya. Juga repot ketika perlu melakukan pemutakhiran dan riset untuk semua saham yang dikelola. Riset 5 saham tiap bulan bisa dilakukan secara mudah oleh investor perorangan yang mempunyai pekerjaan penuh setiap harinya. Tapi riset 10-20 saham tentu akan mengganggu pekerjaan mereka.
- Ada yang punya teori bahwa dengan analisis yang kuat diversifikasi tidak perlu. Tapi ketika analisis kita tidak cukup kuat, diversifikasi adalah solusinya. Tujuannya sebagai penawar risiko analisis yang lemah tadi. Analisis yang lemah ini bukan berarti kita tidak melakukan analisis mendalam seperti analisis fundamental, tapi bisa diartikan sebagai riset menyeluruh ke perusahaan, produknya, manajemennya, dst. Bila Anda sudah melakukan itu semua dan tahu luar dalam sebuah emiten, mungkin anti-diversifikasi pilihan yang baik bagi Anda. Tapi bila Anda belum melakukannya dan hanya melakukan analisis neraca serta melihat peluang valuasi yang menarik, diversifikasi adalah langkah yang dianjurkan, tapi tetap jangan terlalu banyak.
- Berinvestasilah sesuai kelas dana kelolaan Anda. Bila dana kecil, kelola saham-saham berharga lebih murah sehingga ruang gerak pilihan dan transaksi cukup lega. Bila dana kita cuma 10 juta, jangan berinvestasi di saham dengan harga 5000-an, kecuali Anda tipe progresif yang ingin menyimpan dalam jangka sangat panjang tanpa keinginan menjual lagi. Dengan dana 10 jutaan, mungkin lebih tepat masuk ke saham dengan harga di bawah 1000-an, lebih baik lagi 500-an. Dengan saham di harga rendah, Anda masih punya ruang gerak untuk menambah atau menjual sebagian. Bila beli saham seharga 7000 Anda punya 1400-an lembar saham, atau 14 lot (100 lembar per lot). Anda bisa transaksi 1-2 lot untuk mengambil keuntungan jangka pendek atau bila ada kesempatan untuk average down. Dengan saham di harga 500-an, Anda bisa dapat 200 lot (100 lembar per lot), atau 20.000 lembar. Ketika saham turun atau naik sedikit, Anda bisa memanfaatkannya dengan menjual 5-10 lot sekadar untuk memanfaatkan momentum untuk membeli atau menjual sesuai keadaanya. Fengan memilih saham berharga rendah, Anda mungkin bisa memegang 2 saham berbeda. Tapi ingat, berlebihan diversifikasi juga tidak cukup bagus.
Lihatlah ilustrasi telur di atas, Anda lebih memilih telur Anda seperti yang kiri atau kanan? Memang benar telur kiri pecah, kerugiannya tidak seberapa. Tapi telur kanan menjanjikan keuntungan yang besar dengan diversifikasi lebih sedikit. Kalau pecah, ya terasa. Telur saham tidak pecah kalau perusahaannya punya keuangan yang kuat. Tapi telur saham tidak pecah kalau tidak jual.
Pemutakhiran 6 Maret 2017: Judul tulisan saya ubah dari Kecil itu Kuat menjadi Diversifikasi.
Diterbitkan: 31 Aug 2012—Diperbarui: 9 Feb 2022