Pertanyaan

Di forum-forum (atau juga dalam surat edaran broker) saya sering baca kalimat, "Buy on ..., stoploss level ...." Ini maksudnya apa ya pak?
Pertanyaan tersebut dikirim oleh Ibu Angeline ke kotak surel Bola Salju. Terima kasih atas pertanyaannya. Dalam kesempatan ini saya ingin menjawab pertanyaan Ibu. Semoga jawabannya juga bisa berguna bagi orang lain.

Jawaban Singkat

Kalau mau dijawab sangat singkat, pernyataan seperti di atas adalah bentuk rekomendasi transaksi saham menggunakan metode analisa teknikal. Maksudnya, pembaca diharapkan mempunyai strategi transaksi saham tertentu, dengan menggunakan aturan ketat, kalau di bawah angka tersebut (on weakness) silakan beli pada harga xxxx, kalau masih turun  hentikan kerugian (stop losss), silakan jual pada harga rekomendasi yang lain.

Apa memuskan penjelasan ini? Mungkin tidak. Apalagi bagi pembaca awam atau investor pemula yang baru masuk dunia saham. Nah, bila Anda ingin jawaban panjang. Silakan baca lanjutan tulisan ini.

Jawaban Panjang

Kalimat seperti yang dikutip di atas adalah rekomendasi berdasarkan metode bernama analisa teknikal (technical analysis). Apa analisa teknikal itu? Arti sederhana analisa teknikal (menurut deskripsi saya) adalah metode peramalan harga saham dari grafik transaksi saham periode sebelumnya. Kalau menggunakan bahasa ilmiah, yang saya kutip dari situs Wikipedia, analisa teknikal "merupakan suatu teknik analisis yang dikenal dalam dunia keuangan yang digunakan untuk memprediksi trend suatu harga saham dengan cara mempelajari data pasar yang lampau, terutama pergerakan harga dan volume."

Pertanyaan kita, apa mungkin saham bisa diproyeksikan pergerakannya? Apa bisa harga saham diramal? Kenyataannya, para penganut analisa teknikal percaya hal itu meski ada tambahan bahwa proyeksi tidak selalu tepat. Tapi percayalah saya, penganut teknik ini memang banyak—buktinya media massa tiap hari lebih banyak mengutip analisis ini daripada analisa fundamental. Seperti kita tahu analisa fundamental adalah analisa kesehatan perusahaan guna menentukan apakah sebuah saham perusahaan layak sebagai instrumen investasi atau tidak. Selain mengikuti anjuran strategi jualan saham seperti tadi, para penganjur analisa teknikal juga menyarankan agar bertransaksi pada saham-saham yang bagus (dari sisi fundamental). Tapi dalam penjelasan lain, saya baca bahwa teknik ini tidak tergantung pada aspek fundamental, asal polanya bagus dan berjalan sesuai aturan-aturan teknikalis—biasanya proyeksinya tepat.

Saya kutip lanjutan dari tulisan Wikipedia, “Analisis teknikal dikenal secara luas di antara para pedagang saham (atau dikenal dengan sebutan “trader") dan para profesional dibidang keuangan, namun dalam dunia akademis dianggap sebagai pseudosains[2] atau “voodoo finance;"

Akademisi seperti Eugene Fama mengatakan bahwa pembuktian analisis teknikal ini sangat tipis dan inkonsisten yang merupakan " bentuk kekurangan " dari tehnik yang diterima secara umum yaitu Hipotesa pasar efisien. Ekonom bernama Burton Malkiel berargumen bahwa “Analisis teknikal merupakan sesuatu yang diharamkan (anathema) dalam dunia akademis” dan selanjutnya ia mengatakan pula bahwa " dalam bentuknya yang merupakan hipotesa efisien pasar yang lemah maka engka tidak akan dapat memprediksi harga saham kedepannya berdasarkan harga yang lampau”."

Karena ini adalah blog value investor, jawaban lain yang saya tawarkan adalah, saya tidak bisa mempercayai alasan rasional untuk mendukung analisa teknikal. Saya tahu pergerakan harga saham bukan tidak bisa diramal. Memang benar, kadang tebakan itu ada benarnya, tapi sering juga tebakan analisa teknikal tidak benar. Maka, dalam pilihan rasional saya, daripada mengikuti yang serba tak pasti, lebih baik saya memilih langkah dan cara paling konservatif dan paling masuk akal, yaitu cara yang diikuti value investor selama 75 tahun terakhir :)

Contoh Analisa Teknikal

Berikut adalah beberapa contoh proyeksi analisa teknikal dari sebuah situs untuk sebuah saham. Tulisan saya kutip apa adanya. Saya rapikan agar menjadi satu paragraf, bukan terpisah-pisah. Saya tidak sebut nama situsnya.

Rekomendasi pada 15 Maret 2012:

Closing terakhir saham KKGI adalah di harga 8500. Direkomendasikan untuk BUY saham di harga 8600 dengan Take Profit saham Minimal >3% atau menggunakan Trailing. Stop Loss saham di harga 8100. Kontrol Risk Management masing2.
Rekomendasi pada 20 Maret 2012:
Closing terakhir saham KKGI adalah di harga 7000. Direkomendasikan untuk menghindari saham ini. Big Player sedang keluar dari saham ini dalam jumlah besar. Kemungkinan saham KKGI akan melemah dan sideways. Hindari menangkap pisau jatuh.
Rekomendasi pada 3 April 2012:
Closing terakhir saham KKGI adalah di harga 7200. Direkomendasikan untuk BUY saham di harga 7100-7200 dengan Take Profit saham Minimal >3% atau menggunakan Trailing. Stop Loss saham di harga 6650
Pertanyaannya, kalau kita baca dari awal hingga akhir rekomendasi secara kronologis, masuk akal kah rekomendasi-rekomendasi tersebut? Rasional kah? Seandainya saya mengikuti anjuran tersebut pada hari setiap hari, kira-kira apakah saya akan untung atau rugi?
  • Pada 15 Maret 2012, KKGI dibuka pada 8500, pada hari itu transaksi saham KKGI pada kisaran 7950 hingga 8500. Kalau kita pasang harga beli 8600 pada hari itu, sehingga pasti terserap oleh bid 8500, lalu menjualnya lagi maka kita akan mengalami kerugian. Kalau mengikuti anjuran stop loss 8100, maka kita pasti akan rugi total Rp400 per saham, atau rugi hampir 5%.
  • Pada 20 Maret 2012, KKGI dibuka pada 7050, pada hari itu transaksi saham KKGI pada kisaran 7050 hingga 7550. Kalau kita menghindari saham ini, tentu kita tidak mengalami kerugian apa-apa. Tapi kalau kita menahan saham dari pembelian 15 Maret, tentu kerugian jauh lebih besar.
  • Pada 3 April 2012, KKGI dibuka 7300, pada hari itu transaksi saham KKGI pada kisaran 7250 hingga 7400. Kalau kita mengikuti anjuran beli pada 7100-7200, maka kita tak akan pernah dapat saham. Jadi tak terjadi kerugian.
Bagaimana perasaan kita kalau mengikuti anjuran seperti di atas? Serba tak pasti, ya. Itu perasaan yang saya rasakan ketika belum tahu ilmu apa-apa tentang saham. Saya bayangkan investor awam yang ingin masuk ke dunia saham juga merasakan perasaan seperti itu. Kalau mengikuti sarannya, tak bisa dibayangkan, kemungkinan besar kita akan rugi, penuh kekhawatiran, serta stress yang dirasakan oleh para trader yang terjebak.

Oke, itu tadi mungkin anjuran sebuah situs. Ada yang bilang barangkali anjuran resmi dari broker lebih canggih dan akurat. Silakan dibuktikan, mungkin saya ada salahnya. Silakan pantau dan catat rekam jejak anjuran mereka. Kemudian pada akhirnya bagaimana kita bisa sukses berinvestasi saham kalau kita hanya ambil untung 3% sementara pertaruhan rugi ada pada kisaran 5%? Masuk akal ya?

Pandangan Value Investor “Meramal” Sebuah Saham

Sekarang saya tawarkan ide metode “ramalan” ala value investor.

Logika yang dipakai value investor itu bunyinya kira-kira begini, “Ini ada perusahaan bagus, profitable dalam 5 hingga 10 tahun terakhir,  dikelola manajemen yang mumpuni, jujur dan bertanggungjawab. Potensi pertumbuhannya juga tinggi. Perusahaan rutin membagi dividen pula. Yang menarik, saham perusahaan ini dijual di harga yang rendah di bawah nilai buku bersihnya. Nilai buku bersih per saham menurut hitungan konservatif ini seharusnys Rp1.000 per saham, tapi saat ini sahamnya dijual seharga 500. Jadi ada peluang untung 500 rupiah, atau 100%. Kalau pasar menyadari nilai ini, pada saatnya itu harga saham akan naik dan kita bisa untung besar.”

Dengan melihat “ramalan” di atas, kita bisa memutuskan, “Baik, saya akan beli selama peluang batas keamanan masih di bawah 50% (atau harganya tak lebih dari 650 per saham). Kalau harga sahamnya masih akan turun (batas keamanan makin bertambah) maka saya akan beli dan tambah lagi.”

Bagaimana value investor meyakinkan diri bahwa ramalan mereka benar? Oh, ada banyak kegiatan untuk membuktikannya. Mereka harus meriset perusahaan tersebut. Mereka harus mengecek kebenaran angka-angka yang dilaporkan. Mereka survei produk dan jasanya. Bila perlu mereka berkunjung ke kantornya dan berbicara dengan sekretaris perusahaan. Beberapa yang lain akan mengecek pesaing perusahaan guna membuktikan klaim perusahaan tersebut, apakah memang benar-benar perusahaan bagus atau tidak. Dan setelah value investor yakin karena didukung data yang lengkap, barulah mereka membeli saham perusahaan itu.

Jadi, kalau dipikir-pikir, unsur “ramalan' yang dipakai value investor sebenarnya bukan ramalan sesungguhnya. Memang ada perkiraaan. Memang ada proyeksi. Tapi bahkan untuk merasionalisasi risiko dari proyeksi yang tidak tepat, value investor harus menjaga batas keamanan yang tinggi untuk masuk ke sebuah saham. Dengan batas keamanan yang lumayan tinggi, diharapkan saham tidak turun terlalu jauh. Atau kalau turun banyak maka keuntungannya akan lebih banyak lagi. Ingat, saham yang dimiliki value investor sudah melalui penyaringan berlipat-lipat. Memang selalu ada kemungkinan sebuah perusahaan berbalik merugi setelah 5 tahun berturut-turut menguntungkan, tapi potensinya sangat kecil, dan para value investor tentu akan tahu bila ada gejala kemunduran seperti itu, sebab mereka selalu mengikuti cerita perusahaan. Kalau semua tebakan mereka benar, maka perusahaan yang menguntungkan tersebut tentu akan diketahui oleh pasar. Hasil akhirnya, harga sahamnya akan membumbung tinggi.

Value investor tak akan tahu kapan harga saham itu akan menanjak. Bisa dalam hitungan bulan. Bisa tahunan. Bisa puluhan tahun. Itu kelemahan aliran investor ini. Tapi, kenapa harus terburu-buru kalau kita ada potensi keuntungan 50% atau lebih. Bahkan seiring pertumbuhan perusahaan, bila setiap tahunnya menguntungkan, tentu potensi keuntungannya dari potensi gain dan dividen tentu akan semakin naik berlipat-lipat.

Anda memilih logika yang mana? Mana yang lebih masuk akal?


Diterbitkan: 9 Apr 2012Diperbarui: 9 Feb 2022