Catatan: Ini adalah lanjutan serial belajar investasi. Topik ini adalah topik terakhir setelah: Belajar Investasi (1)Belajar Investasi (2): Alasan dan Instrumennya. dan Belajar Investasi (3): Mengenal Reksadana. Selamat membaca!

Investasi saham memang belum begitu populer. Konon jumlah investor di Bursa Efek Indonesia saat tulisan ini ditulis belum mencapai satu juta orang. Hal ini dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, tentu sangat kecil sekali rasionya. Dibandingkan dengan presentase investor di negara maju, kita sangat jauh ketinggalan.

Lalu kenapa orang kebanyakan tidak mengenal investasi saham?

Berikut beberapa alasan yang saya kumpulkan dari tanya-jawab informal ke beberapa orang: 1) takut resikonya, karena saham dikenal high risk high profit; 2) butuh modal besar untuk masuk ke investasi saham; 3) investasi saham terkesan sulit dipahami oleh orang awam, perlu ilmu tertentu misalnya finansial, makro ekonomi, akunting perusahaan, dan “ilmu tingkat tinggi” agar bisa masuk ke investasi ini; dan 4) takut tidak punya waktu untuk memantau pergerakan saham setiap hari.

Lalu apakah benar dugaan-dugaan tadi? Nanti akan kita coba ulas satu-satu. Sekarang kita coba kenal dulu investasi saham itu seperti apa.

Mengutip situs BEI, “Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).”

Menerbitkan saham adalah suatu pilihan dari perusahaan publik untuk mencari pendanaan perusahaan. Publik—dalam hal ini investor—mengambil saham-saham perusahaan yang beredar di bursa efek melalui bursa saham (di Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia).

Dengan menjadi pemilik saham perusahaan tertentu, kita mempunyai keuntungan berikut: 1) mendapatkan dividen; 2) mendapatkan keuntungan kapital dari perubahan harga saham yang beredar di bursa. Sebaliknya kita juga mempunyai resiko berikut: 1) kehilangan nilai kapital bila nilai saham berkurang atau turun; dan 2) resiko likuidasi bila perusahaan dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan; hak pemilik saham adalah prioritas akhir setelah seluruh kewajiban perusahaan lunas.

Untuk menjadi investor di bursa saham, kita cukup mendatangi sebuah kantor anggota bursa saham (broker), lalu mendaftar sebagai nasabah di sana untuk menjadi anggota bursa. Setelah menjadi anggota bursa dan menyetor sejumah deposit, maka kita langsung bisa melakukan transaksi di Bursa Efek Indonesia secara langsung. Proses pendaftaran ini kalau lancar bisa selesai dalam satu hari.

Seperti reksadana, menjadi investor saham juga ada biaya-biaya: 1) komisi pembelian atau penjualan saham; 2) ada pula broker yang mengenakan biaya transfer atau proses perbankan; 3) juga ada broker yang mengenakan biaya peralatan atau software transaksi saham; dan biaya-biaya lain. Pada umumnya sih hanya biaya komisi yang pasti ada di hampir semua broker.

Dari sedikit ulasan tadi, semua orang paham bahwa saham memang beresiko tinggi, tapi juga punya peluang keuntungan sangat tinggi. Bila kita lihat kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahunan yang menggambarkan kinerja total seluruh saham di bursa, kita bisa lihat performa rata-rata sangat tinggi, bahkan bisa mengalahkan bunga deposito. [*] Lalu kalau resikonya tinggi, apakah kita harus takut masuk investasi saham. Takut adalah sesuatu yang wajar dan manusiawi. Dengan bayangan ketakutan akan resiko itulah maka kita harus berhati-hati untuk masuk ke dunia saham. Pada dasarnya kita bisa meminimalisir resiko berinvestasi saham dengan mengikuti langkah-langkah ketat, disiplin, konservatif dan selalu berhati-hati dalam setiap langkah investasi.

Di blog ini saya ingin mengajak pembaca untuk mengenal rambu-rambu dan sinyal-sinyal dalam berinvestasi agar selau berhati-hati, disiplin, tidak emosional, dan selalu konservatif dalam investasi saham. Dengan mengenalkan investasi saham, saya tidak ingin mengajak orang hanya melihat dunia glamor yang dijanjikannya, tapi juga mengenal resikonya. Sebabnya apa, perusahaan di bursa saham adalah sebuah entitas nyata (material) yang setiap orang dengan disiplin ilmu tertentu bisa mempelajari apakah perusahaan itu sehat, menguntungkan, dan menjanjikan keuntungan bagi stakeholdernya. Karena itulah menurut saya investasi saham bisa lebih terukur, dibanding investasi emas atau mata uang asing. Ada parameter pilihan perusahaan yang: 1) menjanjikan potensi keuntungan secara kontinyu; 2) terbukti menguntungkan dan membagi dividen; 3) mempunyai manajemen mumpuni yang jujur dan bertanggungjawab; dan 4) harga sahamnya di bawah harga pasar (atau yang sedang anjlok)—dengan mengikuti seluruh aturan ketat tersebut, maka kita bisa secara mudah, tenang, dan tanpa pusing berinvestasi di saham sambil selalu menjaga potensi keuntungan yang menarik. Apa yang saya uraikan di sini adalah langkah-langkah yang diajarkan oleh mahaguru analisis sekuritas bernama Benjamin Graham dalam bukunya Security Analysis (ditulis 70 tahun lalu), yang menjadi guru dari investor terkenal Warren Buffett.

Kembali ke dugaan awal tadi, setelah kita sudah menjawab faktor resikonya yang tinggi dan potensi keuntungan yang tinggi pula, ada pertanyaan apakah butuh modal besar untuk investasi saham? Bisa jadi memang iya. Tapi besar atau kecil ini juga relatif. Saham selalu dimaksudkan untuk investasi jangka panjang, katakanlah 10 tahun atau lebih. Dengan horizon investasi yang panjang itu, maka modal minimal 10 juta sebagai deposit awal yang disyaratkan berbagai broker saham mungkin tidak terlalu tinggi. Broker adalah perusahaan perantara yang memfasilitasi transaksi kita di bursa saham. Setiap investor saham harus melalui broker saham untuk bisa bertransaksi di bursa saham.

Jadi apakah investasi saham itu susah atau tidak tergantung dari tujuan dan kesiapan investor. Ben Graham dalam bukunya The Intelligent Investor menggolongkan dua jenis investor: investor defensif dan investor agresif. Investor Defensif adalah investor yang tujuannya menjaga nilai investasi agar tidak berkurang, dengan menjauhi resiko investasi sejauh mungkin. Investor Agresif adalah investor yang ingin meraih keuntungan lebih tinggi, maka mereka mau meluangkan waktu, tenaga, dan biaya untuk melakukan usaha-usaha lebih banyak seperti riset sekuritas, analisis sekuritas, dan lain-lainnya. Di dunia ini kebanyakan orang seharusnya masuk investor defensif, tetapi banyak yang merasa mampu menjadi investor agresif, maka alih-alih melindungi nilai kapitalnya, mereka justru masuk ke jebakan emosi dirinya dan menjadikan resiko menghampiri mereka secara mudah. Perbandingan investor defensif dan agresif kira-kira 95% banding 5%. Langkah-langkah sebagai investor defensif dan agresif tentu saja berbeda. Menjadi investor defensif  cukup sebagai anggota pasif sebuah reksadana saja, atau mengikuti reksadana indeks. Menjadi investor agresif itu memang lebih sulit, tapi ini sebanding resikonya, dan ini tergantung pilihan masing-masing investor. Jadi kalau dianggap investasi saham itu sulit, memang benar, tapi kesulitan itu hanya untuk 5% orang saja. Sebagian besar orang tentu saja seharusnya mudah dan gampang.

Untuk menjawab poin tidak punya waktu dalam memantau pergerakan harga saham setiap hari, tentu saja hal ini tidak perlu. Bagi investor yang tergolong agresif sekalipun kegiatan memantau saham setiap hari itu hanya sia-sia dan justru hal negatif. Kegiatan memantau pergerakan saham setiap hari, atau setiap menit dan setiap detik itu ibarat berusaha mengikuti  pacuan kuda, padahal kita tidak akan pernah tahu kuda mana yang akan menang. Yang perlu dilakukan investor agresif—yang mau meluangkan banyak waktunya demi keuntungan yang lebih besar—adalah meriset perusahaan sebaik-baiknya, mencari sekuritas yang menurut analisis punya margin of safety terbaik. Setelah mantap dengan perusahaan yang akan diinvestasikan, lalu  melangkah dan membeli sahamnya, mereka bisa melupakannya tanpa perlu pusing pergerakan harian.

Blog ini tidak mengajak pembaca untuk menjadi investor yang mana, juga tidak menjanjikan setiap orang menjadi jutawan dalam waktu singkat. Semua jenis kegiatan usaha perlu waktu dan punya resiko. Tapi secara umum bila kegiatan usaha dilakukan dengan sungguh-sungguh dan mengikuti langkah-langkah ketat tadi, potensi keuntungan akan sangat terbuka lebar di bursa saham. Blog ini berusaha mengajak pembaca, termasuk penulis blog sendiri, untuk selalu belajar menjadi investor yang baik. Setiap orang tahu bisa memilih dirinya menjadi investor macam apa.

Itulah sekilas perkenalan tentang investasi saham. Dalam tulisan-tulisan selanjutnya saya akan secara perlahan mengajak pembaca menelusuri berbagai hal yang penting dalam investasi, mental yang positif dalam berinvestasi, sikap-sikap dan aksi yang baik dalam berinvestasi, dan hal-hal yang akan mengubah kita dari pecundang dalam investasi menjadi investor yang sukses.

Lupakan ketakutan dan rumor yang dulu pernah didengar tentang investasi khususnya saham, apakah itu terlalu beresiko tinggi, bikin jantungan, membuat stress karena kehilangan uang ratusan juta rupiah, atau kegiatan saham yang konon katanya seperti berjudi. Blog ini tidak menjanjikan Anda kaya mendadak. Tapi blog ini berusaha mengajak bersama-sama untuk belajar menjadi seseorang yang cerdas dan pintar dalam berinvestasi. Menjadi sukses itu perlu usaha, tenaga, dan belajar tanpa kenal lelah. Saya dulu juga punya pikiran-pikrian negatif seperti itu tentang investasi saham, dan kenyataannya masih banyak teman yang bercerita seperti itu. Tapi setelah belajar beberapa tahun, mempraktekkannya, gagal berkali-kali, jatuh nilai investasi 50% tapi tetap teguh dan akhirnya bisa bangun, dan belajar lagi tanpa ada kepuasan, dan akhirnya saya yakin jalur investasi yang saya tempuh ini sudah di jalan lurus, dalam bimbingan secara langsung oleh mahaguru investasi Ben Graham dan memegang teladan Warren Buffett.

Selamat berinvestasi!

SELESAI.


Diterbitkan: 18 May 2011Diperbarui: 9 Feb 2022