Catatan: Ini adalah lanjutan tulisan sebelumnya, serial belajar investasi yang akan saya sajikan secara berturut. Semoga bermanfaat!

Kenapa Kita Berinvestasi

Selama kita bekerja, kita mendapatkan penghasilan dari gaji yang kita peroleh, atau dari perndapatan lainnya seperti hasil dagang, dll. Namun, apakah penghasilan tersebut cukup membiayai gaya hidup kita, ataukah hanya sekadar cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, itu perkara lain. Mari kita anggap kita semua cukup memenuhi kebutuhan hidup, lalu ada sisa sedikit dana di kantong kita.

Bila demikian, biasanya kita langsung berpikir untuk berinvestasi, atau melakukan usaha menaikkan kapital (baca: uang) yang kita miliki agar berkembang sehingga kita bisa memanfaatkannya di masa mendatang. Investasi juga merupakan usaha kita menyiasati (atau bertempur?) melawan laju inflasi yang selalu menggerogoti nilai uang kita. Dulu masa kecil saya dengan Rp25 kita bisa jajan dan puas, meski untuk kelas pedesaan. Saat ini, uang Rp5.000 rasanya masih terbatas. Itulah efek yang sangat terasa tentang inflasi.

Menabung saja tidak cukup. Menyimpan dan menyisihkan uang memang usaha bagus, tapi kalau menyimpan di amplop atau dompet atau mungkin di bawah kasur saja tidak membuat nilai uang kita cukup mengantisipasi inflasi. Kita perlu instrumen investasi yang punya daya tempur lebih tinggi daripada laju inflasi. Lalu berapa sih laju inflasi umumnya?

Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), angka inflasi rata-rata Indonesia dari 2006 hingga 2010 adalah 6.8%. Jadi tiap tahun harga barang-barang yang kita konsumsi rata-rata akan naik sebesar itu. Analoginya, kalau kita hari ini makan di warung seharga Rp10.000 satu porsi, pada sepuluh tahun mendatang kita perlu merogoh kocek Rp19.303 untuk makanan yang sama. Kalau uang masuk kuliah anak kita Rp20 juta saat ini, maka sepuluh tahun lagi kita perlu bayar Rp38 juta lebih. Belum lagi dihitung kenaikan angka inflasi biaya kuliah di negeri ini. Kapan kita bisa tenang kalau seperti ini?

Kalau kita tidak hadapi inflasi ini, takutnya di masa yang akan datang, bayangkan saat pensiun nanti kalau kita tidak mampu membeli barang yang biasanya bisa kita nikmati saat ini. Atau malah kita pusing memikirkan kuliah anak kita? Runyam bukan? Maka kita memang perlu berinvestasi.

Macam-Macam Instrumen Investasi

Instrumen investasi ada bermacam-macam, mulai dari: tabungan, deposito, reksadana, properti dan tanah, emas, saham, obligasi, sukuk, dan lain-lain. Ada pula yang menyebut kolektor benda seni, barang langka dan antik, dan juga hobi unik disebut kegiatan investasi. Memang seyogyanya macam-macam.

Macam-macam investasi tadi tentu mempunyai keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Tabungan tergolong relatif aman, tapi juga imbal investasinya tergolong rendah. Deposito keuntungannya relatif lebih tinggi dari saham, tapi mempunyai batas waktu yang ketat dalam bulanan, 3 bulanan, atau lebih lama. Reksadana dan saham menjanjikan keuntungan yang tinggi dalam jangka panjang, tapi lebih beresiko. Saham juga terkesan susah dipahami dan dilaksanakan oleh investor awam. Emas menjanjikan keterjagaan nilai yang bisa bertempur melawan inflasi, tapi perlu biaya untuk penyimpanannya dan juga tidak praktis. Properti dan tanah menjanjikan pengembalian tinggi tapi juga susah untuk dijual. Benda antik dan koleksi bisa menjanjikan return tinggi, tapi untuk menjalani diperlukan kesungguhan dan totalitas serta butuh waktu lama, dan ini sangat tidak mudah. Itulah sekilas potret instrumen investasi yang bisa kita manfaatkan.

Lalu pertanyaannya, produk mana yang perlu kita pilih?

Mencari jawaban pertanyaan ini agak susah. Tapi saya bisa memberikan arah yang mudah. Kembali ke tujuan investasi kita.

Kalau tujuannya jangka pendek, misal dalam 2-3 tahun, tentu jangan masuk investasi yang beresiko macam reksadana atau saham. Properti apalagi, tidak mungkin. Maka masukkanlah ke deposito, obligasi, atau sukuk yang kecenderungan penghasilannya tetap.

Bila yakin tujuannya jangka panjang, ambil contoh untuk biaya pensiun atau biaya anak kuliah yang akan digunakan dalam 10-15 tahun mendatang atau lebih, instrumen reksadana atau saham adalah yang tepat. Reksadana, terutama yang berlatar belakang saham, dan juga saham, mempunyai sejarah mampu mendatangkan keuntungan yang bisa melawan inflasi dalam jangka panjang. Suatu contoh, ada reksadana yang bisa memberi keuntungan kepada pemegang unitnya sebesar 2000% sejak didirikan pada akhir tahun 2000 lalu. Hanya 11 tahun bisa memberika pengembalian seperti itu dengan catatan kita memegangnya selama itu.

Karena blog ini adalah sebuah blog investasi yang punya tujuan khusus di dunia pasar modal, maka pembahasan investasi yang akan diberikan lebih ke reksadana dan saham. Untuk produk-produk lain, silakan dipelajari sendiri dan saya rasa cukup mudah untuk dipahami.

Dalam tulisan berikutnya saya akan membahas tentang reksadana, dan juga saham. Semoga bermanfaat!


Diterbitkan: 15 May 2011Diperbarui: 9 Feb 2022