Kami perhatikan tak ada buku yang yang sejak awal menargetkan bahwa value investing untuk pemula. Ada yang mengajari memulai value investing (investasi nilai) dari awal, tapi targetnya bukan untuk awam. Benar gak sih? Bukankah setiap orang berhak mempraktekkan investasi nilai? Kita akan coba ulas di artikel edukasi kali ini.

Value Investing, dari Graham hingga Masa Kini

Buku pertama tentang value investing yang kami pelajari adalah The Intelligent Investor, karya Benjamin Graham, sosok yang dikenal sebagai pelopor gaya investasi yang cenderung membeli efek yang dijual di bawah nilai intrinsik mereka. Padahal buku ini bukan buku pertama Graham. Buku sejati yang berisi inti ajaran Graham untuk menilai efek adalah Security Analysis. Tapi karena cakupan pembahasannya yang cukup canggih dan kompleks, mayoritas sepakat Security Analysis bukan untuk pemula, apalagi investor rumahan. Memang pas dari judulnya saja Investor Cerdas (bukan Cerdas Berinvestasi, itu buku Bolasalju).

Berbagai buku value investing terbit di pasaran. Salah satunya adalah rekomendasi bro Parahita Irawan yaitu Getting Started in Value Investing, karya Charles S. Mizrahi. (Parahita adalah seorang value investor yang jauh lebih dulu menulis blog dibanding saya). Saking mudahnya Mizrahi mengantarkan value investing sampai rumus valuasinya tetap saya pakai hingga saat ini. Sebuah buku value lain yang saya baca adalah Value Investing: From Graham to Buffett and Beyond.

Dari banyak buku itu, dari judul hingga tema bahasan, saya tak pernah menemukan ide bahwa value investing  untuk pemula.

Bagaimana Prinsip Investasi yang Diajarkan Graham?

Menurut Graham, jenis investor di dunia ini ada dua:

  • Investor pasif
  • Investor aktif

Investor pasif adalah seperti profil mayoritas orang: seperti ibu rumah tangga, pekerja yang sudah super sibuk, kakek-nenek dalam masa pensiun. Mereka ini tidak punya waktu untuk meluangkan riset laporan keuangan. Atau, boro-boro riset, memahami laporan keuangan dan analisa bisnis pun belum tentu mampu. Selain riset, mereka juga tak punya sumber daya untuk memantau aktif investasi mereka, seperti menengok secara rutin bulanan, tiga bulanan, enam bulanan, dan membuat keputusan investasi yang sepadan untuk mengubah arah investasi mereka. Maka sudah jelas, itulah alasan Graham menyebutnya investor pasif.

Investor aktif (Graham juga menyebut agresif) adalah mereka yang ingin mengejar keuntungan lebih banyak, maka mereka rela meluangkan waktu, sumber daya, dan punya pengetahuan untuk melakukan hal itu. Investor tipe ini mengerti laporan keuangan, mau meluangkan waktu riset perusahaan, meneliti kelemahan dan kekuatan perusahaan tempat investasinya. Investor aktif juga harus paham dan bisa memahami dirinya, mengerti risiko, mampu mengolah perilaku dan emosinya apapun yang terjadi di pasar saham. Investor tahu nilai sebuah perusahaan dan ia mampu membuat keputusan darinya. Jadi sudah sangat jelas kenapa Graham menyebut mereka investor aktif.

Investor aktif bukan berarti ia harus transaksi harian di bursa. Tidak. Aktif maksudnya secara paradigma ia lebih aktif di bursa alih-alih hanya mengikuti indeks atau investasi berkala tanpa riset.

Semua orang berhak untung di bursa. Namun, potensi keuntungan investor pasif dan aktif, tentu saja berbeda. Investor aktif layak dan bisa punya potensi keuntungan lebih besar, dibanding investor pasif. Tapi investor aktif juga bisa kena kerugian lebih besar dibanding investor pasif. Gaya investasinya juga lain, ini juga sebab kenapa potensi keuntungannya beda.

Bagaimana gaya investasi kedua investor ini?

Graham menyarankan investor pasif untuk investasi berkala di saham perusahaan besar. Investor aktif disarankan mencari sekuritas (efek) yang dijual murah di bawah nilai intrinsiknya.

Apa Akibat Jika Pemula Mencoba Paradigma Investasi Nilai (Value Investing)?

Memang benar setiap orang harus mencari instrumen investasi yang dijual di bawah nilai instrinsik. Lebih-lebih jika kita menghadapi masa krisis, ketika banyak instrumen berharga dilego murah. Saat itu mungkin setiap orang bisa mencari saham nilai yang murah. Pemula, mahir, semua bisa.

Tapi apa akibatnya jika pemula mencoba-coba metode aktif berdasarkan value? Ada beberapa kemungkinan yang terjadi:

  • Pemula yang tidak cukup bekal ilmu investasi (seperti mempelajari laporan keuangan, akunting, dan juga analisa bisnis) akan merasa bingung menghadapi dua pilihan instrumen investasi yang dijual murah. Akibatnya mereka bisa salah pilih investasi. Akibatnya bisa fatal.
  • Pemula yang tidak cukup bekal pengetahuan akan instrumen investasinya, tidak cukup riset akan perusahaan, profil manajemen, atau gambaran industri usahanya akan merasa tersesat menghadapi banyaknya sinyal berisik dikatakan sebagai indikator bagus, padahal sejatinya itu sinyal palsu. Sudah umum ada beberapa perusahaan aktif di bidang relasi publik, hingga hampir setiap bulan profilnya muncul di koran keuangan dan bisnis. Investor awam atau pemula akan mengira perusahaan seperti ini, yang setiap saat kinerjanya dilaporkan adalah bagus belaka. Padahal tidak selalu begitu.
  • Pemula yang tidak cukup mendalami prinsip investasi nilai, lebih-lebih di bidang psikologi dan mentalnya, akan merasa panik, gelisah, dan was-was ketika banyak instrumen investasi sedang mengalami penurunan. Jika hal ini digabung dengan dua hal sebelumnya (tanpa bekal ilmu dan tidak ada pengetahuan usaha), hasilnya akan dramatis.

Dari seluruh kemungkinan akibat-akibat yang ada di atas bisa berimbas kepada kinerja investasi. Penurunan nilai investasi. Penjualan investasi sebelum waktunya. Atau, katakanlah bisa berhasil, hasil kinerjanya tidak cukup bagus dibanding metode pasif. Bahkan saya kira ada kemungkinan pelaku pemula yang memaksa menjalani prinsip investasi nilai tanpa bekal cukup akan banyak merasa stres.

Lalu apa yang dikejar jika demikian?

Apakah Value Investing Untuk Pemula?

Jadi sudah jelas, menurut saran-saran Graham di The Intelligent Investor, dan juga berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang saya alami—value investing atau investasi model aktif tak pernah disarankan untuk pemula.

Memang benar pemula pun bisa mempelajari value investing. Saya juga masih merasa pemula di bidang ini (silakan lihat laporkan kinerja 7 tahun investasi saya). Semua orang berhak memulai belajar value investing. Namun, ketika seseorang memutuskan terjuan ke dunia value investing, ia saya yakin sudah harus memakai paradigma investor aktif. Ia tak bisa lagi pasif. Ia akan menjadi investor total. Karena value investing adalah pengetahuan yang sudah menjadi gaya hidup lengkap dari seluruh kegiatan investasi: diawali prinsip nilai, berbekal pengetahuan pokok investasi, mengetahui profil perusahaan dan manajemen, dan terakhir mampu melakukan keputusan investasi aktif secara mandiri.

Memang seorang investor bisa mencari sumber daya atau alih daya beberapa kegiatan investasi di atas. Untuk data ia bisa berlangganan penyedia data. Dalam beberapa hal investor bisa alih daya seperti itu untuk data atau riset. Namun dalam hal kegiatan pokok investasi: seperti memahami prinsip investasi yang baik, pengetahuan dasar investasi, dan terakhir membuat keputusan investasi—kegiatan investor bukan untuk seorang pemula lagi.

Ada value investor tidak terlalu riset mendalam perusahaan, maka ia mengalihkan risiko knowledge dengan diversifikasi ke lebih banyak saham. Namun secara paradigma, investor tetap melihat laporan keuangan, melihat bisnisnya, namun tidak terlalu lebih aktif seperti yang dilakukan Warren Buffett. Model gaya investasi seperti ini  dilakukan oleh almarhum Walter Schloss, salah seorang murid langsung Graham, yang berawal dari seorang pesuruh di pialang hingga sukses menjadi pengelola keuangan yang sukses. Schloss menorehkan kinerja rata-rata averaged a 15,3% laba majemuk selama hampir 45 tahun.

Penutup

Buku panduan investasi berkala disertai simulasi investasi sahamnya

Hanya satu pilihan masuk akal untuk pemula. Hal itu adalah investasi pasif.

Jangan salah sangka, mereka para investor pasif pun bisa untung lumayan besar di pasar modal. Itulah kenapa saya memutuskan menyarankan investasi model berkala untuk anak  (lihat portofolio saham anak). Itulah kenapa kami memutuskan menyarankan investasi berkala dan menerbitkan panduan investasi berkala dan bagaimana memilih sahamnya untuk pemula. Dari riset simulasi investasi berkala,  potensi metode ini mengalahkan hasil kinerja banyak reksadana top di tanah air.

Kami tak pernah menemukan praktisi value investing yang menyarankan paradigma ini untuk pemula. Saran yang salah bisa berakibat fatal, baik ke orang yang diberi saran, atau yang memberi saran sendiri.


Diterbitkan: 10 Oct 2017Diperbarui: 18 Feb 2022