Ikuti artikel edukasi ini untuk mengetahui beberapa hal yang penting diketahui dari right issue!
Yang Penting Diketahui dari Right Issue!
Perusahaan terbuka punya beberapa kelebihan yang bisa dimanfaatkan dalam operasional mereka, diantaranya: memperbaiki tata kelola perusahaan, menaikkan citra, tarif pajak, dan tentu saja tambahan modal dengan biaya murah dibanding pinjaman bank.
Baca selengkapnya: Kenapa Perusahaan Terbuka?
Dalam aspek modal, ada dua cara perusahaan bisa memperolehan tambahan modal: 1) lewat penawaran saham perdana (Initial Public Offering atau IPO); dan 2) hak menjual efek lanjutan bagi bagi pemegang saham atau bersifat privat. Hak menjual efek lanjutan itu sebenarnya terdiri dari banyak jenis: right issue, private placement, dan waran.
Di artikel ini kita akan pelajari apa itu right issue? Kenapa perusahaan perlu right issue, kenapa tidak berutang saja? Kita juga sajikan studi kasus BBRI dan ilustrasinya. Terakhir kami sajikan edukasi bagaimana menilai right issue.
Apa itu Right Issue?
Right issue dalam percaturan dunia pasar modal di Indonesia kadang disebut pula sebagai Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). Panjang amat singkatannya, ya? Kita terima aja.
Right issue adalah salah satu aksi korporasi (corporate action) dengan arti sederhana hak membeli saham baru.
Nah di sini perlu diperhatikan, ada istilah “hak” di sana. Artinya gimana? Pembeli prioritas saham baru ini (yang berhak) adalah pemegang saham lama. Setelah itu prioritas bergeser ke pihak yang diatur, bisa pemegang saham pengendali (PSP) atau pembeli siaga lain yang diatur.
Proses penetapan right issue direncanakan oleh manajemen perusahaan setelah ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dalam right issue selalu ada empat hal:
- Berapa hak saham baru bagi pemegang saham lama
- Harga eksekusi saham baru
- Terbitnya hak pembelian saham baru (saham-R)
- Batas waktu eksekusi
Kenapa perusahaan perlu right issue? Kenapa tidak pinjam bank atau menerbitkan obligasi?
Alasan perusahaan menjual saham baru dalam skema right issue biasanya karena aspek permodalan. Perusahaan perlu tambahan modal agar kondisi keuangannya lebih leluasa. Kegiatan keuangan seperti ini dinamakan sebagai pembiayaan perusahaan (financing).
Pembiayaan perusahaan bisa dilakukan lewat dua cara: utang bank atau pembiayaan berbasis ekuitas. Pembiayaan berbasis utang (ke bank atau menjual obligasi) punya struktur biaya tetap tapi bersifat temporer, seperti kontrak pinjaman ke bank hingga dua-tiga tahun. Pembiayaan berbasis ekuitas relatif lebih kecil biayanya, tapi mengurangi hak pemegang saham, dalam batas waktu tidak terbatas.
Itulah kenapa pembiayaan berbasis ekuitas dianggap punya biaya modal (cost of capital) lebih mahal. Tidak ada investor pasar modal hanya ingin pengembalian investasi hanya 11-12% p.a. setara bunga bank, mereka ingin di atas itu, bahkan selamanya bisa mendapatkan keuntungan dari investasi ekuitasnya.
Skema pembiayaan berbasis ekuitas salah satunya adalah right issue. Perusahaan menjual saham baru khusus untuk pemegang saham lama. Misalnya, untuk setiap pemegang saham yang punya 1 lembar saham mereka berhak membeli saham baru 2 lembar dengan harga yang ditetapkan.
Right issue menurut Ben Graham umumnya dijual di harga lebih rendah di banding harga saham di pasaran. Aspek murahnya harga dibanding saham biasa di pasar akan memberi unsur pemasaran khusus, tidak seperti IPO (misalnya).
Baca juga: Semua Soal IPO
Studi Kasus Right Issue BBRI
Untuk pembelajaran, kita akan bahas right issue BBRI yang diumumkan pada 31 Agustus 2021 lalu. Dokumen prospektus bisa diunduh di IDX.
Semua informasi tersedia terbuka di halaman perusahaan BBRI di IDX.
Disclaimer: ini bukan ajakan/saran beli/jual saham. Penulis tidak punya saham BBRI saat tulisan ini dimuat hingga 3 hari kerja ke depan. Karena cum-date right issue di pasar reguler pada 8 September, jadi pada 9 September saya tidak akan punya kesempatan memperoleh right issue ini.
Jadi begini, pada awalnya Bank BRI akan menggabungkan PT Pegadaian (Persero) (Pegadain) dan PT Permodalan Nasional Madani (PMN) ke dalam BRI. Alih-alih membeli kedua perusahaan kepada pemiliknya dengan skema akuisisi biasa, BRI mengajukan skema bernama “Inbreng” atau uruan modal dengan aset. Asetnya apa? Itu tadi, saham pemerintah RI di Pegadaian dan PMN yang dianggap sebagai urunan aset pemerintah.
Oke, pemerintah sebagai pemegang saham utama sudah patungan. Lalu investor minor (publik dan pemegang saham lain) mau urunan aset apa? Apa ada perusahaan lain yang bisa dimasukkan? Seandainya bisa begitu, tentu asik. Nyatanya investor publik BBRI jumlahnya per Agustus 2021 lalu jumlahnya 358.067 pihak (358.068 dikurangi 1 orang, eh Negara Republik Indonesia, sumber: prospektus). Rasanya bakal repot, kan? Apalagi yang punya saham cuma selot, mau menyumbang aset perusahaan apa? 😁
Skema ideal investor publik di BRI menyumbang duit aja. Dan itulah yang terjadi. BRI kemudian mengumumkan skema right issue pada Juni lalu. Pada 30 Agustus 2021 lalu, akhirnya rencana right issue ini sudah efektif dengan ketentuan lengkap seperti di bawah ini:
- Pengumuman: Selasa, 31 Agustus 2021
- Cum-date atau tanggal masuk yang berhak saham-R: Selasa, 7 September 2021
- Distribusi saham-R: Jumat, 10 September 2021
- Pencatatan efek saham-R atau awal perdagangan saham-R: Senin, 13 September 2021
- Akhir perdagangan saham-R atau HMETD: 22 September 2021
- Periode Pendaftaran, Pembayaran dan Pelaksanaan HMETD: 13-22 September 2021
- Periode Penyerahan Saham Hasil Pelaksanaan HMETD: 15-24 September 2021
- Penjatahan tambahan: 27 September 2021
- Pengembalian uang yang tidak terpenuhi: 29 September 2021
- HMETD memberikan hak setiap 100 (seratus) lembar pemegang saham lama untuk membeli 23 (satu) Saham Baru dengan Harga Pelaksanaan sebesar Rp3.400,- (tiga ribu empat ratus Rupiah).
Ilustrasi Pelaksanaan Right Issue
Andi punya saham BBRI sebanyak 100 lembar. Jika Andi tidak menjual sahamnya hingga penutupan bursa pada Selasa, 7 September 2021, Andi akan memperoleh 23 saham BBRI-R pada Senin, 13 September 2021 di rekening brokernya.
Andi bisa menjual saham BBRI-R tersebut di pasar, sama seperti jual/beli saham pada umumnya sejak 13 September 2021. Jika dijual, maka hilanglah haknya untuk membeli saham baru BBRI. Anda bisa membeli BBRI-R dari pemilik lain jika dia niat membeli saham baru BBRI yang ditawarkan. Jual beli saham BBRI-RI diizinkan hingga 22 September 2021.
Katakanlah Andi ingin mengeksekusi haknya, ia bisa menghubungi brokernya dari 13-22 September 2021. Beberapa broker sudah menyediakan interface untuk mengeksekusi pelaksanaan HMETD melalui aplikasi mereka. Beberapa belum, seperti brokernya Andi. Pada 17 September 2021 Andi mengirim formulir eksekusi right issue kepada brokernya, ia akan menukar 23 lembar saham BBRI-R menjadi BBRI original dengan membayar senilai Rp78.200 (plus biaya, jika ada). Rekeningnya di RDN-nya masih Rp100.500, jadi dananya akan mencukupi untuk pelaksanaan itu. Pada 21 September 2021 (kemungkinannya) eksekusi itu terjadi, Saham BBRI-R di rekening broker Andi telah dikonversi menjadi BBRI. Saham BBRI Andi bertambah menjadi 123 lembar dari sebelumnya 100 lembar, uang kasnya di rekening berkurang menjadi Rp22.500 (atau dikurangi biaya komisi lain jika ada).
Nah, perlu diperhatikan jumlah 23 lembar saham baru nanti akan susah dijual di pasar reguler. Ini namanya lembar saham ganjil (odd lot). Andi bisa menjualnya di pasar negoisasi. 😀
Beberapa Hal Terjadi Pasca Right Issue
Setelah batas waktu eksekusi right issue untuk publik, ada beberapa hal yang terjadi:
Pertama, jika ada skema pembeli siaga untuk saham-R yang tidak terserap publik, maka pembeli siaga tersebut bisa memanfaatkan hak eksekusinya. Pembeli siaga bisa pemegang saham pengendali atau perusahaan pihak lainnya.
Kedua, pasca penutupan batas eksekusi dan pendistribusian saham baru, harga saham bisa turun dengan rasio relatif terhadap jumlah saham baru yang beredar. Tapi pada umumnya harga saham juga bisa naik, seperti kondisi pasar saham pada umumnya yang bisa naik atau turun.
Bagaimana Menilai Right Issue?
Sama seperti saham, tidak semua right issue sama.
Dalam saham ada perusahaan yang bagus tapi sahamnya tidak bagus. Ada pula perusahaan yang tidak begitu bagus tapi sahamnya dijual di harga menarik (murah). Dalam right issue juga demikian, tidak semua tujuan, harga, dan struktur yang ditawarkan dalam right issue sama.
Disclaimer: ini bukan ajakan/saran beli/jual saham. Penulis tidak punya saham BBRI saat tulisan ini dimuat hingga 3 hari kerja ke depan. Karena cum-date right issue di pasar reguler pada 8 September, jadi pada 9 September hak saya tidak akan punya.
Dalam kasus BBRI di atas, berikut adalah skema right issue yang ditawarkan kepada pemegang saham:
- Pemerintah menyumbang aset senilai Rp31 triliun dalam bentuk imbreng saham Pegadaian dan PMN
- Jika seluruh investor publik mengeksekusi saham baru sebanyak 28.213.191.604 lembar saham, maka akan masuk dana senilai Rp95,92 triliun dana baru ke BBRI
Lho, mungkin ada yang tanya, kenapa publik harus membayar lebih banyak daripada pemerintah RI? Enak saja ini pemerintah 😀
Tunggu dulu, untuk analisis mendalam memang perlu langkah yang agak rumit. Analisis harus membanding secara relatif rasio permodalan pemerintah dan investor publik. Dari rasio itu baru dibandingkan lagi nilai yang ditawarkan. Dari rasio-rasio nilai yang ditawarkan (nilai gabungan), lalu dibandingkan dengan valuasi relatif yang dianggap masuk akal.
Dalam ilustrasi urun modal imbreng dan investor publik, menurut kalkulasi kami: untuk mengimbangi urunan aset Rp31 triliun pemerintah, urunan investor publik setara untuk membayar secara fair setara 1x nilai bukunya per saham adalah setara Rp1.894. Dengan right issue baru senilai Rp3.400, ini setara 1,79x nilai buku. Apakah ini bagus atau tidak? Anda sendiri yang menentukan.
Menurut hemat saya, secara sederhana, skema right issue model imbreng ini masih masuk akal dan rasional bagi kepentingan investor publik. Alasannya, investor memperoleh aset tambahan dari modalnya (entah Anda menganggap setara atau tidak setara). Dari usaha Pegadaian dan PMN yang nanti dimiliki oleh Bank BRI, pemodal yang membayar haknya bisa memperoleh tambahan potensi laba baru. Namun ini juga perlu analisis tersendiri.
Baca juga: Memahami Pemecahan dan Penggabungan Saham
Faktor-Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam Right Issue
Berikut beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum mengeksekusi right issue:
Jika perusahaan sendiri tidak profitabel atau merugi, alasan right issue jadi tidak masuk akal. Memang benar tujuan right issue untuk memperkuat permodalan, tapi rencana kerja pasca right issue juga harus jelas. Buat apa?
Skema imbreng umumnya masuk akal. Yang perlu dianalisis adalah kualitas aset yang dimasukkan dalam skema imbreng tersebut, dan apakah aset tersebut menyumbang profitabilitas untuk menunjang pertumbuhan perusahaan ke depan.
Lucunya, ada banyak kasus setelah ada kabar right issue, harga saham melambung tinggi dengan isu sangat positif. Misalnya, harga saham naik dari Rp500 menjadi Rp1000. Kemudian harga eksekusi right ditetapkan di harga Rp700, dengan anggapan lebih murah. Padahal saham seharga Rp700 itu sudah terlalu mahal dengan asumsi kondisi di awal.
Ada juga perusahaan yang memberi skema harga right issue yang tidak masuk akal. Ini perlu dihindari dan tidak perlu berurusan dengan perusahaan seperti ini.
Ada lagi kategori perusahaan yang hobi mengadakan right issue. Tanpa alasan jelas. Ini yang perlu dihindari.
Kesimpulan dan Tips
Right issue intinya adalah Anda diminta setor modal. Selalu perhatikan dan kalkulasi bagaimana kepentingan Anda berkurang atau terwakili dalam setiap kegiatan aksi korporasi seperti right issue.
Diterbitkan: 3 Sep 2021—Diperbarui: 18 Feb 2022