Ini adalah lanjutan dari artikel Uang Elektronik (2): Model Bisnis, Dana Mengapung, dan Pangsa Pasarnya. Seri ini akan membahas kondisi uang elektronik di ranah global, model uang elektronik yang mana, bersatunya standar atau ego sendiri? Artikel terproteksi hanya untuk Member Bolasalju.

Uang Elektronik di Luar Negeri (Global)

Untuk lebih jernih mendiskusikan uang elektronik di Indonesia, saya rasa kita perlu melihat kondisi uang elektronik di ranah global. Di Amerika Apple telah mengembangkan uang elektronik Apple Pay, yang terkait dengan perangkat ponsel produksi mereka (iPhone) . Apple Pay bisa digunakan untuk membayar di loket atau website dan telah diluncurkan di beberapa negara.

Perkembangan paling menarik ada di China, dengan penduduk 1,4 miliar orang, dan GDP per kapita $16.676, pasar di sana sangat menarik. Pemain besar uang elektronik di China per Kuartal 1 2017 adalah Alipay dari Alibaba (34,71%), Union Pay (22,44%), dan Tencent Finance atau WeChat Pay (15,37%).

Jika di China skema pembayaran uang elektronik bisa diadopsi hingga penjual sayur mayur lokal, bagaimana dengan potensi di Indonesia? Video di atas juga mengundang pandangan baru tentang mekanisme pembayaran uang elektronik dengan model scan, dibandingkan model menyentuhkan kartu, atau menyentuhkan ponsel ke alat pembaca seperti yang dilakukan Apple Pay.

Bagaimana dengan di Indonesia? Kita coba cek beberapa faktor berikut:

  1. Apakah penetrasi ponsel pintar cukup pesat? Ya.
  2. Apakah pengguna internet cukup pesat ya? Ya.
  3. Apakah Indonesia termasuk negara tumbuh? Ya, jelas sekali. Dengan pertumbuhan GDP masih di atas 5%, Indonesia punya potensi pertumbuhan yang masih pesat.

Lalu Model Uang Elektronik Mana?

Kita balik lagi membicarakan industri uang elektronik di Indonesia. Industri harus sepakat dan bersatu menentukan model uang elektronik mana yang ingin dikembangkan. Karena banyak sekali variannya. Tiap model punya kelemahan dan kelebihan.

Model kartu memerlukan biaya lebih tinggi karena perlu alat pembaca di sisi merchant, dan faktor ini kemungkinan besar akan ditanggung oleh penerbit atau akuisisi. Implementasi model seperti ini untuk infrastruktur massal seperti kereta, bus, atau tol sepertinya memang efisien dan secara akuisi/distribusi lebih masuk akal.

Model alat pembaca lainnya seperti Apple Pay memerlukan standar perangkat yang tinggi, yang mengutamakan privasi dan keamanan data pengguna. Tapi hal ini, terutama harga, berimbas mengurangi potensi adopsi di negara berkembang. Jika bicara menyatukan perangkat seperti ini dalam satu standar terlihat mudah karena hanya perlu negoisasi dengan beberapa produsen ponsel besar. Namun kenyataannya bisa susah pula mengingat teknologi dan standar keamanan satu vendor dengan lainnya berbeda.

Model scan seperti di China sepertinya paling feasible, paling mudah dan efisien dilaksanakan. Konsep transaksi melalui scan dan bisa dilakukan oleh pembeli atau penjual, keduanya mempunyai peran sama. Dari sisi investasi juga paling rendah karena pembeli atau penjual bisa melakukan pencetakan kode mandiri.

Dari sisi perubahan dan masalah, misalnya ganti identitas kartu, kehilangan, masalah, model scan di China juga relatif efisien. Jika ada masalah pembeli atau penjual bisa mencetak kode baru yang langsung terhubung dengan akun uang elektronik mereka.

Sekali lagi, jika bersatu, kebutuhan investasi uang elektronik bisa lebih efisien. Hal ini juga memudahkan adopsi pelanggan dan pembeli dibanding seandainya ada lebih dari dua pemain besar yang jalan. Jika model kartu, bakal repot menaruh mesin pembaca. Jika model scan, penjual pun bakal repot ganti aplikasi setiap saat ada transaksi yang berbeda.

Bersatu Untuk Efisiensi atau Ego Sendiri?

Jika Standar industri uang elektronik bisa bersatu, atau bisa berdiri di bawah satu badan dan sepakat dengan satu ide, konsep, dan eksekusi yang ingin dilaksanakan, maka investasi industri uang elektronik bakal efisien. Dengan efisiensi, biaya-biaya yang dialihkan ke pelanggan pun bisa lebih murah, bahkan jika bisa mendekati nol.

Ingat jaringan mesin ATM Link dan Bersama? Begitu perumpamaannya.

Jika bersatu dalam satu standar sama, maka tantangan yang tersisa adalah akuisisi merchant dan akuisisi konsumen. Dari sisi ini, siapa penerbit uang elektronik yang menawarkan peluang, diskon, bonus, poin dan skema menarik dialah yang bakal lebih unggul. Jika satu standar, maka pertarungan lainnya adalah mana penerbit yang mampu menawarkan ke merchant skema perputaran dana yang lebih menarik. Dua hal ini akan berarti bahwa penerbit mampu mengakuisisi konsumen dan merchant lebih banyak dialah yang mampu memanfaatkan dana mengapung dari sistem uang elektronik.

Di awal terbitnya aturan ini kita bakal melihat berbagai perkembangan menarik dari industri uang elektronik. Semua hal yang terjadi akan berpulang kepada banyak hal, yaitu pertumbuhan uang elektronik, dan bisa menjadi hambatannya. Kita juga mungkin akan melihat pertempuran atau jor-joranan perebut akuisisi merchant dan konsumen antara pelaku uang elektronik jika adopsi yang terjadi makin menarik.

 

Bersambung ke: Uang Elektronik (4): Tantangan, Potensi, Peluang Bagi Investor Saham, dan Kesimpulan (Selesai)

Catatan: Saya akan selalu memutakhirkan artikel ini untuk mengkoreksi ejaan dan data, jika diperlukan. Artikel ini pecahan bagian dari artikel lengkap pada versi terbitan sebelumnya.

Saya mengharapkan kritik, saran, dan pendapat dari pelanggan/member, tentang artikel ini atau bila ada ide topik yang ingin dibahas, silakan kirim pesan lewat email ke info@bolasalju.com atau melalui laman kontak. Terima kasih.


Diterbitkan: 6 Oct 2017Diperbarui: 18 Feb 2022