Sejak dulu saya tahu perumpamaan bahwa investasi adalah salah satu bentuk seni. Tapi saya mengaku belum paham maknanya. Hingga baru-baru ini, saya paham dan terang-benderang mengetahui filosofinya. Ketahui pentingnya makna seni investasi.

Ikuti Podcast Bolasalju di Spotify atau Apple Podcasts.

Mungkin Anda pernah mendengar tentang perkataan atau perumpamaan bahwa investasi adalah salah satu bentuk seni.

Saya sudah lama mendengar perktaan ini dan saya “mempercayainya”. Tapi saya mengaku belum begitu “ngeh” atau terang benderang memahaminya.

Baru sekitar 1-2 terakhir saya terbuka mengetahui hal ini. Dan kemudian baru beberapa hari yang lalu saya melihat video Peter Cundill di Youtube di Ivef Business School tentang hal ini.

Peter Cundill (alhamarhum) adalah seorang value investor kelahiran 1930-an dari Kanada. Peter bilang seperti ini, “Investasi itu ibarat seorang pelukis yang menghadapi kanvas kosong. Ia kemudian memberi atau mengaplikasi warna demi warna di paletnya, mencampurnya, dan kemudian memoleskan sapuan kuas demi kuas, sehingga akhirnya menjadi sebuah lukisan.

Investasi itu seperti itu, mirip seni dalam melukis. Kalau Anda memahami sebuah lukisan yang jelas kita anggap seni. Semua orang pasti sepakat lukisan itu seni.

Seni Dalam Lukisan

Sekarang kita balik. Kita lihat unsur-unsur pokok dalam kegiatan melukis. Banyak kegiatan itu bukan seni bahkan sebuah ha yang pasti. Bisa dikatakan ilmu teknik eksakta.

Contoh saja warna. Teknik warna sudah baku. Seperti science. Dari abad XII hingga abad XXI teknik warna tetap sama. Ada tiga warna pokok. Warna merah dicampur kuning jadi oranye. Bedanya jika merahnya agak banyak maka oranyenya lebih gelap. Kalau kuningnya lebih banyak maka oranyenya lebih menyala kuning. Semua baku. Begitulah teknik warna.

Kemudian kita bisa lihat ada teknik lain seperti: bentuk, garis, komposisi, dan teknik lainnya. Anda akan paham semua teknik itu baku dan sama aja dari dulu.

Hampir semua pelukis belajar teknik-teknik yang sifatnya baku itu. Katakanlah ada dua pelukis dengan pengalaman dan kemampuan sama, keduanya bisa menghasilkan lukisan yang berbeda baik gaya dan alirannya. Itulah seni.

Saya memperhatikan itu dalam anak saya yang suka doodling atau sketching. Setiap hari ia corat-coret. Tentu menghabiskan kertas yang banyak. Saya perhatikan dengan praktek setiap hari, dengan gores demi gores, kertas demi kertas hingga 1 rim (500) halaman habis dalam dua bulan, akhirnya teknik coretannya dalam menggambar makin bagus.

Kemudian ia bisa mencoba bentuk lebih kompleks. Bahkan hingga usia 6 tahunan ia bisa membuat lukisan semacam 3D. Bisa dibayangkan ada orang dengan latar belakang pohon dan latar jauh pegunungan. Jika orang awam berusaha menggambar seperti itu ia mungkin menggambar gunung dulu, lalu pepohonan, dan baru kemudian orangnya. Jika ada goresan yang bersinggungan, maka ia akan menghapusnya. Seorang yang sudah latihan seni menggambar setiap hari tahu bahwa ia harus menggambar orangnya dulu, lalu pohon di belakangnya, dan kemudian terakhir latar pemandangan atau gunung di belakangnya.

Seni Investasi

Begitu pula kita seorang investor berinvestasi. Seninya di mana?

Ilmu eksakta tentang akunting atau kalkulasi matematis sudah baku. Itu kan ilmu pasti. Mungkin ada ilmu sosial semacam manajemen. Ilmu sosial memang bisa berubah-ubah. Tapi yang jelas semua orang bisa memahami ilmu-ilmu itu tanpa perbedaan. Jelas kan?

Dua orang bisa memahami semua ilmu secara sama, mempunyai tingkat pemahaman dan kecanggihan yang sama. Namun apa yang terjadi jika dua orang itu berinvestasi?

Bagaimana jika dua orang yang sama canggih memahami akunting dan kalkulasi rumit itu mengelola dua portofolio investasi? Hasil investasi akan jelas.

Saya yakin keduanya menghasilkan hasil investasi yang berbeda. Jelas sekali. Itulah contoh hasil seni investasi.

Keduanya punya karakter, behaviour, selera (risk appetite) investasi berbeda, pemahaman berbeda, yang akhirnya mempengaruhi pemilihan saham-saham yang berbeda.

Tapi seni investasi tidak hanya pilihan.

Katakanlah seorang investor telah menetapkan 5, 10, 20 saham dalam portofolionya. Kemudian seiring langkah investasinya dia menemukan kesalahan, peluang, atau masalah dan hambatan dalam kegiatan investasi. Seperti seorang pelukis yang melukis dan berproses, investor akan memahami kesalahan dan masalah sehingga ia harus membuat perubahan dalam keputusan investasinya.

Apakah kesalahannya dalam keputusan yang terlalu cepat? Terlalu besar alokasi kapitalnya? Apakah ekspektasi sektor yang salah? Apakah asumsi variabel dalam valuasinya terlalu tinggi. Mungkin investor juga menemukan masalah faktor inflasi, faktor belanja modal yang tinggi, faktor belanja modal, faktor moat yang hilang.

Dan banyak lagi perubahan yang terjadi karena dinamisme yang terjadi selama kegiatan investasi itu.

Ibaratnya itu seperti pelukis yang menumpuk warna demi warna di kanvas.

Setelah investor terjun sekian lama, waktu demi waktu, mengetahui kesalahan demi kesalahan, perbaikan demi perbaikan, keputusan demi keputusan, akhirnya ia mengubah komposisi portofolio.

Hasil akhirnya jelas berbeda dengan kondisi awal. Itu hasil seni investasi investor tersebut.

Itu “sisi mahal” seni investasi yang bisa membedakan satu orang dengan orang lain. Begitulah alasan kenapa hasil investasi satu orang bisa berbeda dengan orang lain.

Inilah kenapa berbagi ilmu investasi itu nggak masalah. Nggak akan habis ilmu itu meski dibagikan kepada ribuan orang.

Karena hasil investasi adalah hasil seni dari individu investor tersebut. Orang lain tidak bisa menirunya. Orang lain bisa saja berbeda hasilnya.

Seorang investor mungkin paham teori ini, faktor itu, valuasi X, strategi Y, tapi kalau orang itu tidak pernah mengaplikasikan dan praktek hari demi hari mungkin hasil investasinya jauh berbeda dengan mereka yang berusaha memperbaiki teknik investasinya setiap saat.

Karena investasi adalah salah satu bentuk seni.


Diterbitkan: 9 Sep 2019Diperbarui: 14 Aug 2023