[caption id=“attachment_10259” align=“alignnone” width=“1280”]Antrian yang tidak jelas di Kantor Pos Pasar Minggu, foto diambil pada 2008. Antrian yang tidak jelas di Kantor Pos Pasar Minggu, foto diambil pada 2008.[/caption]

Di dunia ini banyak logika aneh berjalan menjadi kewajaran. Kebiasaan tidak antri. Logika aneh dijalankan secara bersama pada akhirnya akan menjadi sebuah kebiasaaan aneh. Tak terasa semuanya sepertinya wajar. Begitu pula dalam investasi saham. Berikut beberapa logika aneh dalam investasi yang kami temukan.

Logika-Logika Aneh Investasi

Masa Berbeda: Buffett sudah memulai investasinya sejak tahun 50-an, bahkan ketika era keterbukaan informasi belum ada, maka banyak yang mengira nasib Buffett karena ia beruntung memilih saham bagus yang belum dikenal orang. Sekarang, ya hampir semua informasi terbuka. Bakal susah menemukan perusahaan bagus. Tapi apakah pengetahuan semua orang tentang suatu perusahaan bakal sama? Tidak, kan? Maka keputusan seseorang bisa berbeda dengan orang lain tentang suatu perusahaan itu.

Otak Berbeda: Buffett dikenal punya kemampuan ingatan fotografis. Bakat menghitungnya sudah teruji sejak ia kecil, dari masa dia bermain dengan Bob Russell, dia sudah bisa punya teori menebak jagoan kuda mana yang menang, dia juga familiar dengan saham karena sering membaca ratusan lembar ticker saham di kantor pialang ayahnya. Buffett anak pialang saham. Saya anak guru dan cucu petani. Anda anak pedagang. Kita semua berbeda. Otak kita berbeda. Apa kita tidak bisa melakukan sesuatu yang sama?

Kesempatan Berbeda: Dan ini yang lucu. Efek bunga majemuk berlaku untuk semua orang, kan? Jika Anda, saya, si Budi, bisa menemukan investasi berbunga 20% dan terus memutar uangnya di situ, maka kita semua berhak mendapat peluang yang sama. Tapi ada yang bilang kesempatan kita dan Buffett berbeda. Dengan kebesaran namanya dia banyak mendapat peluang investasi yang menarik. So true, so what? Tahu nggak, ketika puncak krisis 2008, Buffett juga ditawari untuk membeli aset Lehman Brothers dan juga AIG. Sejam setelah ia melihat neraca perusahaan-perusahaan itu, dia hanya bilang, “Perusahaan kalian terlalu komplek. Aku tak punya keyakinan untuk melakukan itu (membeli).” Kita juga bisa melakukan hal yang sama. Perusahaannya terlalu komplek. Aku tak yakin untuk membeli perusahaan ini. Jika dia bisa menolak peluang jelek, kenapa kita tidak bisa? Ada yang bilang Buffett hanya mengambil peluang yang menguntungkan dirinya sendiri. Ya, benar, kita juga bisa. Ada perusahaan senilai Rp100 milyar ditawarkan Rp50 miliar, kenapa tidak kita beli? Bedanya kita membeli sahamnya, yang merupakan pecahan kecil perusahaan itu. Jika Buffett di saat mudanya bisa menangkap peluang 30%-50%, kenapa kita tidak bisa.

Modal Berbeda: Ini logika aneh yang sudah sangat jelas. Uangmu cuma Rp10 juta. Mana bisa kau bisa harap keuntungan seperti Pak Lo Kheng Hong. Ya, jelas, pasti dong. Pak LKH bisa berbinvestasi puluhan miliar hingga ratusan di sebuah perusahaan. Tapi berapa persen dia dapat sama juga dengan berapa persen yang kita dapat. Tak ada bedanya. Modal tak berpengaruh. Justru dengan modal kecil kita bisa bebas investasi di saham besar kecil tanpa ketahuan jejak. Dengan modal kecil kita bisa untung hanya Rp1 juta tapi bisa menghasilkan 10% laba.

Menangkap Pisau Jatuh: Ini logika aneh tentang saham yang sedang mengalami penurunan harga. Ada yang bilang seperti menangkap pisau jatuh. Ya, jika perusahaan itu hanya dianggap sebagai nilai lotere, turunnya harga bisa melukai yang menangkapnya. Tapi jika saham itu dianggap sebagai pecahan kecil perusahaan, siapa yang tidak senang bisa membeli perusahaan bagus ketika ditawarkan semakin murah? Tak ada yang aneh dengan hal itu.

Saham Turun Tidak Dijual Kapan Untungnya, Gimana Kalau Turun Terus: Masuk akal? Seperti iya. Tapi coba tebak, jika Anda sudah riset, jika Anda sudah konfirmasi buku perusahaan berkali-kali, jika Anda sudah yakin fakta bahwa keuangan perusahaan sangat kuat. Apa yang perlu dikhawatirkan? Apakah sahamnya bisa sampai Rp0? Tidak kan? Mungkin Anda bisa rugi parah. Fatal. Tapi dalam kenyataan jika Anda tak menjual maka Anda tak rugi. Itulah alasan investor jangka panjang yang kami rasa rasional. Tapi jika Anda berpikir dalam kerangka hanya menebak, tanpa tahu fakta fundamental perusahaan yang Anda yakini sendiri. Ya wajar Anda khawatir ketika sahamnya turun.

Tidak Menjual Gimana Bisa Untung: Hehe.. sepertinya benar. Tapi juga logika aneh. Ya suatu saat, ketika butuh uang, atau ketika prospek dan fundamental perusahaan berubah pasti dijual dong. Namun jika semuanya masih oke, ngapain dijual? Jika perusahaan bagus terus, Anda bisa tumbuh dengan perusahaan itu. Sahamnya? Wah, pasti untung terus. Gimana bisa yakin, om?

Fakta 10 tahun kinerja perusahaan-perusahaan ini:

  1. BBCA, labanya naik 509%, buku ekuitasnya naik 468%, berapa kenaikan sahamnya? 466% (4,6 kali lipat)
  2. UNVR, labanya naik 225%, buku ekuitasnya naik 74,75%, sahamnya telah naik 626% (6,2 kali lipat)
  3. Bahkan banyak yang labanya naik ribuan persen. Sahamnya juga demikian! Cek aja beberapa dari 50 big cap (saham berkapitalisasi terbesar). Ada kok. Bagaimana dengan small cap? Ingat, untuk menjadi big cap, perusahaan belajar dulu di small cap—seperti anak kecil harus tertatih-tatih belajar berdiri dan berjalan. Pada akhirnya ada yang bisa menjadi big cap, atau dicaplok big cap ?
Masih belum yakin tanpa menjual saham bisa untung? Ah, apalagi kalau kita berpikir dividen, berapa persen lagi dapatnya.

Jangan Tiru Si Anu, Atau Si Inu, Anda Lain, Cara Kerja Anda Lain: Ini logika paling aneh. Otak kita semua berbeda. Kemampuan mengingat saya berbeda dengan Buffett. Anda mungkin lebih jago akuntansi dan jago lainnya dibanding saya. Tapi kenapa kita tidak bisa meniru cara-cara berinvestasi yang benar? Kenapa tidak kita tiru cara menilai perusahaan yang baik? Kenapa tidak bisa tiru model mencari keuntungan yang sudah terbukti puluhan tahun.


Anda punya cerita dan logika aneh lainnya? Mari kita muat di sini.


Diterbitkan: 16 Nov 2017Diperbarui: 18 Feb 2022