Awas Jebakan Batman
Musim rilis laporan keuangan. Banyak laporan kinerja perusahaan publik di berbagai publikasi sekuritas, media sosial lembaga fintech, dan media cetak atau online.
Perusahaan A pendapatannya naik 234%. Perusahaan B yang dulu bobrok itu labanya naik 200%. Perusahaan ritel C volume penjualannya meningkat 3 kali lipat. Bahkan ada yang menginfokan pendapatan dividen perusahaan D naik 58% YoY. Juga ada yang sangat spesifik, kenaikan same store perusahaan D naik 100%.
Hati-hati dengan publikasi kinerja seperti ini. Awas ada jebakan batman!
Kita bahas satu-satu biar paham.
Pendapatan Naik
Tentang pendapatan atau penjualan naik. Penjualan tahun sebelumnya sebesar 1.000 naik 234% menjadi sebesar 3.340 periode sekarang. Namun, laba ini ternyata diperoleh perusahaan dengan cara berbahaya, misal berutang besar sekali atau dalam kondisi lain diperoleh pasca akuisisi perusahaan lain yang memberi porsi pendapatan lebih besar.
Ada lagi yang hanya fokus laba naik 75%. Kelihatan menggoda sekali. Mungkin ada yang langsung pingin beli sahamnya. Ya, kan? Soal laba ini banyak sekali jebakannya. Ayo kita bahas.
Laba Naik atau Turun
Yang lebih berbahaya adalah angka laba imajinasi. Laba perusahaan B naik 200%. Ternyata publikasi ini berdasarkan laporan keuangan kuartal ke-1. Angka riil laba kuartalan sebesar 37,5 dikalikan sebanyak 4 kali, maka laba disetahunkan dianggap sebesar 150. Dengan metode sama, si editor menghitung laba kuartal pertama tahun sebelumnya sebesar 12,5 akan berakhir sebesar 50. Dari 50 menjadi 150, atau kenaikan 200%. Keren sekali, kan? Padahal mungkin saja angka 12,5 itu karena ada beban khusus yang terjadi pada tahun sebelumnya, atau tertekan karena pandemi.
Naik Karena Kejadian Sekali
Laba tahun ini bisa bertambah atau berkurang pesat karena kejadian sekali (one-time) yang bersifat tidak kontinyu. Laba tahun sebelumnya sempat turun karena ada tagihan wan-prestasi dari pelanggan besar, ada charge negatif. Saat tahun ini dibukukan, tambahannya masuk ke tahun ini, jadilah laba naik besar.
Lalu jangan langsung khawatir kalau ada penurunan laba besar. Jangan-jangan ada one-time charge, seperti ada bank yang melaporkan aset bermasalah naik, atau usaha ritel yang melaporkan charge lain seperti dana pensiun lebih besar, dll.
Volume dan Dividen
Kemudian ada yang menginformasikan volume penjualan naik 3 kali lipat dibanding tahun lalu. Sadarkah, tahun lalu pandemi, sekarang agak normal, kenaikannya wajar. Padahal volume ini sebenarnya sama dengan volume pra-pandemi. Maksudnya penulis apa ya?
Kemudian kenaikan dividen 58% YoY. Benar sih angkanya naik. Tapi… dear penulis atau editor di sebuah broker, kenaikan itu diperoleh dari mana? Oh, dividen dari anak usaha. Anak usahanya perusahaan tertutup yang dikontrol mereka. Anak usahanya itu tahun lalu hanya membagikan dividen kecil sekali. Kalau kita tidak baca sendiri kita tidak akan tahu, kan?
Same Store Naik
Ada lagi trik lain, kenaikan same store naik 100%. Ini biasanya dilaporkan perusahaan ritel. Angka ini kalau tidak dilaporkan perusahaan, kita nggak akan tahu. Datanya susah diselidiki. Jadi tujuan pelaporannya untuk apa? Silakan tebak sendiri.
Ternyata, level penjualan ikut naik juga. Tapi laba operasional masih tertekan karena perusahan memakai promosi besar-besaran. Hasilnya, hingga ke laporan laba rugi di baris bawah (bottom line), angka kenaikan itu tidak terasa apa-apa.
Si Batman langsung meringis.
Kenapa Menyesatkan?
Kenapa ada publikasi atau berita menyesatkan seperti itu? Apa penulis tidak paham konteks? Apa memang tidak tahu ilmunya? Apakah ada pesanan? Apa ada yang punya sahamnya dan berharap publikasi itu bisa mendongkrak citra sahamnya? Apakah ada balasan khusus?
Jadi bagaimana? Lebih baik kita mempercayai apa yang kita lihat sendiri.
Omong-omong, kenapa ada istilah “jebakan batman” sih? Jangan-jangan maksudnya badman?
Diterbitkan: 5 Aug 2022—Diperbarui: 3 Sep 2022