Podcast Bolasalju episode 075: Kami Bullish untuk Indonesia
Sebagian kutipan artikel ini juga kita bahas di podcast episode ini.
Pesimisme di antara Kita
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga tulisan ini disiapkan sudah menyentuh 7.157,73 (YTD -2,26%). Sementara itu indeks LQ45 yang mewakili emiten berkapitalisasi besar atau sering disebut sebagai keping biru di titik 842,33 (YTD -14,00%), kinerja yang lebih parah.
Di tengah iklim pasar modal yang masih bernada sentimen negatif, kita masih terus mengikuti berita dan ulasan bernada pesimisme dan kondisi ekonomi yang masih belum jelas kapan cerahnya.
Pertanyaan pentingnya, lalu kita harus bagaimana?
Untuk menuju hal itu, ada dua hal yang harus kita sentuh. Pertama, apa guna menggerutu untuk hal-hal yang sudah terjadi? Kedua, bagi profesional atau investor individu yang ingin mengembangkan dananya, apakah kemungkinan yang terjadi selanjutnya dan bagaimana harus bersikap?
Kami berpikir dan bersikap dengan memegang dua prinsip di atas.
Kami ingin mempelajari dan merasakan nuansa ekonomi Indonesia melalui dua cara: dari data dan dari basis pengalaman riil.
Makroekonomi Indonesia
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik publikasi November 2024 di atas, jika dilihat dari inflasi, kita mengalami penurunan yang signifikan di tahun ini. Apakah ini tanda ekonomi yang buruk? Belum tentu. Inflasi berarti penurunan nilai uang di masyarakat. Nilai turun bisa karena harga barang-barang yang turun karena permintaan rendah atau daya beli yang turun, atau karena alasan lainnya.
Data di atas Indeks Manufaktur Indonesia selama 3 tahun terakhir dari Tradingeconomics berdasarkan data dari riset Standard & Poor Global Manufactaring Index.
Data di atas adalah data asli Indeks Manufaktur Indonesia dari S&P publikasi per Desember 2024 (unduh di sini). Indeks manufaktur ini dibentuk dari data survei ke industri manufaktur. Survei data langsung bisa mendekati realitas karena bersumber dari pelaku langsung. Namun, di sisi lain, jawaban survei juga bisa tidak menunjukkan situasi aktual. Misalnya, ada kemungkinan pelaku menyembuikan situasi riil untuk berharap perhatian dari pemerintah (misal kebijakan suku bunga, pajak, dll), atau pelaku industri bisa membesarkan data agar terbaca lebih baik.
Apalagi jika dihubungkan dengan data keuangan dan perbankan berikut.
Data Perbankan dan Keuangan
Selain indikasi inflasi yang makin melandai dan indeks manufaktur yang turun di atas, kemudian kenaikan suku bunga Bank Indonesia sejak September 2023 dari 3,5% menjadi 6% di akhir November 2024 (Sumber: Kontan) makin membuat “nuansa” ekonomi makin tertekan.
Dari data publikasi uang beredar dan perkembangan kondisi perbankan dari Bank Indonesia per Agustus 2024, seiring adanya kenaikan suku bunga dasar Bank Indonesia sejak September 2023 hal-hal berikut terjadi:
- Uang beredar makin turun
- Simpanan nasabah (Dana Pihak Ketiga atau DPK) di bank untuk mengejar perolehan bunga yang lebih besar daripada berinvestasi di tengah risiko yang belum pasti
- Di sisi lain, kredit menunjukkan kenaikan. Artinya, kondisi ekonomi di sisi atas, juga masih menunjukkan optimisme bahwa usaha masih memutar roda ekonominya.
- PDB sebagai indikator ekonomi menunjukkan angka yang stabil
Kondisi di atas ditambah pengaruh tren pinjaman online dan judi online yang menggerus dana masyarakat seperti dungkap oleh Direktur BCA (sumber: Detik). Nuansa ini terindikasi dari turunnya uang beredar M2 sejak tahun 2022 hingga akhir 2024. Sejak akhir 2023, uang beredar menunjukkan kenaikan seiring kenaikan suku bunga.
Data pertumbuhan kredit di atas bisa mengkonfirmasi bahwa kredit secara umum masih menunjukkan pertumbuhan meski ada tekanan dari kenaikan suku bunga. Hal ini bisa diartikan situasi ekonomi Indonesia masih resilien.
Kita harus melihat dari sisi lain untuk melihat nuansa ekonomi Indonesia tersebut. Untuk melengkapi bacaan, kami akan menyertakan riset internal kami dari dua sektor utama yaitu perbankan dan konsumer.
Perbandingan Sektor Perbankan
Tim Riset Bolasalju menemukan bahwa industri perbankan di Indonesia mengalami peningkatan yang menarik di tingkat simpanan, penyaluran kredit, pendapatan bunga dan syariah, dan laba. Kenaikan simpanan dan kredit adalah indikator positif yang menjadikan kami bersemangat untuk menyatakan bahwa ekonomi Indonesia masih cukup baik.
Baca juga: Sinyal dari Sektor Bank 🔒
Kenaikan simpanan rata-rata di atas 7,16% dan melebihi basis kenaikan suku bunga dasar punya arti adanya pertumbuhan dana masyarakat di bank, bukan dari pendapatan bunga saja. Kenaikan rata-rata kredit 9,77% menyatakan bahwa bank-bank mulai berani kembali menyalurkan pembiayaan ke masyarakat.
Kenaikan suku bunga dasar Bank Indonesia sejak 2023 tentu saja cukup menjadi pendorong pertumbuhan dana masyarakat dan sekaligus kenaikan pendapatan bank. Namun, suku bunga yang tinggi secara umum bisa berakibat kurang bagus terhadap kinerja perbankan karena menaikkan biaya bunga dan mengurangi pembiayaan. Hal ini terbukti di kinerja laba yang mengalami penurunan khusus di bank-bank tier bawah (swasta dan bank-bank tingkat menengah).
Perbandingan Sektor Konsumer
Dari data-data riset untuk sektor konsumer, kami percaya di sisi produk konsumsi umum, daya beli masyarakat belum terganggu karena tingkat konsumsi masih tumbuh di atas rata-rata inflasi hingga Oktober 2024. Dengan pertumbuhan 6,04%, artinya tingkat pertumbuhan total seluruh emiten konsumer yang kami analisis melampaui inflasi. Konsumsi masyarakat tetap tinggi dan tidak ada kelesuan belanja. Konsumsi masyarakat mungkin hanya mengalami mengalami pergeseran selera atau penundaan konsumsi untuk produk kategori sekunder atau tersier.
Baca juga: Sinyal dari Sektor Konsumer 🔒
Nuansa Ekonomi Indonesia
Selain dari data-data, kami juga terus berusaha mempelajari nuansa ekonomi Indonesia berbasis pengalaman riil. Kami ingin melihat nuansa dan kondisi ekonomi di dunia nyata yang terdekat dari kami.
Mungkin Anda bisa berkata kami bias. Ukuran kami adalah pengamatan di sekitar kami, sebuah kota kecil di provinsi Jawa Tengah.
Maka kami harus pergi ke luar rumah. Kami pergi ke jalan kaki, memakai kendaraan pribadi, atau juga memakai angkutan umum baik bus umum atau bus antar kota. Kami melihat aktivitas transaksi di masyarakat. Kami melihat bagaimana usaha kecil muncul, tutup, dan pindah usaha, dst. Kami pelajari aktivitas toko kecil, usaha kecil, mencoba belanja di toko, dan merasakan suasana ekonomi berjalan di perkampungan dan kota selama beberapa waktu.
Kami ingin menangkap cerita secara utuh ekonomi di Indonesia itu bagaimana.
Dari fakta-fakta di lapangan, kami menangkap tanda pelemahan ekonomi itu sudah terjadi, misalnya: makin banyak yang membuka lapak makanan, makin banyak properti ditawarkan, dsb.
Ekonomi saat ini dalam siklus tertekan. Ini adalah fakta sekarang. Tapi kondisi saat ini belum bisa menjawab apa yang akan terjadi enam bulan atau setahun ke depan. Situasi sekarang adalah akibat dari kondisi tekanan ekonomi beberapa waktu sebelumnya. Atau tekanan dari kondisi beberapa tahun sebelumnya yang menyebabkan usaha tutup, karyawan dipecat, perpindahan penduduk ke wilayah lain, ada yang melego asetnya untuk membayar utang, dan seterusnya.
Melalui pengamatan lainnya, ekonomi di tingkat bawah terus berjalan ramai. Di tingkat ekonomi bawah, masyarakat menunda atau mengalihkan prioritas belanja barang/jasa sekunder untuk produk jenis primer. Di tingkat ekonomi menengah, masyarakat masih tetap berkegiatan, pergi liburan, makan di luar, dan melakukan aktivitas hiburan lainnya alih-alih menghadapi ketidakstabilan. Pertumbuhan usaha dengan pangsa pasar ekonomi menengah masih stabil atau dengan kecenderungan pertumbuhan yang rendah. Ini bisa kami buktikan dari analisis beberapa perusahaan konsumer yang melayani segmen tersier.
Kesimpulannya, kita perlu hati-hati dan tidak perlu buru-buru, tapi kita tidak perlu pesimis dengan situasi ekonomi di Indonesia.
Apa yang Kami Pelajari?
Data manufaktur Indonesia selama tahun 2024 menunjukkan tren penurunan. Namun, penurunan itu tidak lebih parah dibanding kondisi tahun 2020 atau 2021 seiring adanya kebijakan lockdown saat pandemi global. Tren penurunan indeks PMI sudah berhenti di bulan Agustus 2024 dan menunjukkan pembalikan arah.
Jika ada yang mengartikan data manufaktur yang mulai ada pembalikkan sebagai situasi ekonomi makin buruk, hal itu tidak sepenuhnya benar. Data ekonomi saat ini memang buruk. Tapi data juga menunjukkan mulai ada perubahan arah. Pertanyaan selanjutnya yang valid adalah apakah pembalikkan ini stabil atau gejala temporer? Itu yang harus kita nantikan.
Tim Riset Bolasalju menyimpulkan bahwa penurunan indeks manufaktur banyak dipengaruh oleh situasi politik yang belum stabil, setidaknya jika menyimpulkan bahwa mereka menunggu hasil pemilihan umum presiden pada Februari 2024 dan pemilihan umum kepala daerah pada November 2024. Perusahaan masih menunggu dari situasi ketidakpastian sebelum memanaskan mesin di pabrik-pabrik mereka. Seperti diungkap Kontan, bank siap menggenjot pertumbuhan kredit korporasi pasca pemilu (sumber: Kontan). Tren itu sudah terbaca di data BI di atas.
Tim Riset Bolasalju menangkap sinyal berbeda melengkapi dari telaah data-data sektor perbankan, penyaluran kredit dan simpanan, sektor konsumer, dan bacaan nuansa ekonomi riil.
Data-data itu menyatakan bahwa sektor perbankan tumbuh lebih dari ekspektasi, atau setidaknya tumbuh dari angka-angka dasar inflasi dan tingkat kenaikan bunga.
Sektor konsumer juga tumbuh lebih dari basis indikator yang menjadi tolok ukur kami untuk menyatakan bahwa ekonomi kita terganggu.
Kemudian ada fakta lain. Pemerintah Presiden Prabowo baru saja menetapkan Kenaikan Upah Minimum 6,5% dan kenaikan gaji guru. Kedua kebijakan ini akan mengubah perputaran dana di masyarakat yang bisa memberi stimulan pertumbuhan ekonomi.
Kami sepakat kedua kebijakan tersebut dan adanya rencana kenaikan PPN 12% yang dibatasi (sumber: CNN) akan mengganggu dunia usaha.
Maka, kami menduga pemerintah akan menurunkan suku bunga secara bertahap dengan harapan bisa memberi stimulus untuk mendorong kredit. Pengusaha bisa mendapatkan dana dengan biaya lebih murah. Kenaikan kredit bisa memutar dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Kami menduga akan ada beberapa kebijakan penting lainnya yang bakal bisa mengubah banyak hal. Ada beberapa janji kampanye yang bakal mempengaruhi arah ekonomi nasional.
Kami Bullish untuk Indonesia
Setelah mempertimbangkan berbagai hal di atas, Kami optimis ada sinyal pembalikan di Indonesia dalam enam bulan hingga dua tahun ke depan.
Yup, kami “bullish” untuk ekonomi Indonesia.
Biarkan waktu membuktikan.
Tulisan pertama dibuat 4 Desember 2024. Pemuatan 17 Desember 2024.
Diterbitkan: 17 Dec 2024—Diperbarui: 18 Dec 2024