Hubungan investor dengan manajemen itu unik. Dinamis. Hubungan mereka bisa berupa simbiosis mutualisme, atau hubungan yang saling menguntungkan. Tapi di situasi lain, mereka bisa seperti lomba tarik tambang, yang satu ingin ke kiri, satunya ingin menarik ke kanan. Selalu berlawanan. Atau, hubungan yang bersifat lainnya lagi. Kita akan membahas bagaimana investor nilai (value investor) menilai manajemen.

Investor jangka pendek tentu tak perlu panjang lebar membahas soal manajemen. Pedagang saham (trader) tak perlu semua itu. Mereka cuma pegang saham sehari, atau beberapa hari. Ngapain juga harus memikirkan karakter manajemen? Buat apa pusing apa mereka orang-orang kredibel, jujur, atau berintegritas? Tak perlu menghabiskan waktu untuk bersusah payah mempelajari karakter orang-orang yang menjalankan usaha di balik saham-saham yang mereka beli.

Bagi investor nilai, hal ini tentu berbeda. Kita sangat perlu mengatahui karakter manajemen. Meski kita tahu ada batas tertentu tentang hubungan ini. Tentang batasan ini akan kita bahas lebih detail di bagian akhir.

Manajemen Ideal Impian Setiap Investor

Manajemen ideal yang dilirik investor nilai adalah mereka yang bekerja untuk kebaikan dan pertumbuhan perusahaan, dan pada akhirnya memuaskan kepentingan pemegang saham (shareholders). Mereka bekerja untuk pemegang saham.

Manajamen ideal seperti ini akan bekerja sungguh-sungguh untuk membukukan kinerja perusahaan yang baik, meningkatkan keuntungan, mengurangi beban, mengurangi potensi kerugian, meningkat efisiensi perusahaan, mencari penyedia (supplier) yang lebih murah sehingga laba lebih bagus, menciptakan inovasi dan produk baru, dan pada puncaknya membagikan laba kepada pemegang saham. Investor akan melihat manajemen ideal semacam ini sebagai simbiosis mutualisme. Investor membutuhkan manajemen, sementara manajemen bekerja untuk investor, yang juga untuk mereka sendiri. Semua investor memimpikan manejemen seperti ini.

Tapi kenyataan tidak selalu demikian.

Manajemen Bobrok, Mimpi Buruk Investor

Di luar sana, seperti juga dalam kehidupan yang sesungguhnya, ada banyak manajemen bobrok. Ibarat main tarik tambang, manajemen ingin perusahaan ke arah kiri sementara investor ingin perusahaan ke kanan.

Ada manajemen yang hanya ingin mencari nafkah pribadi saja. Mau perusahaan rugi, beban naik, utang bertambah, ekuitas turun, mereka tidak peduli. Mereka ini hanya berpikir asal gaji bisa terus bertambah tahun demi tahun, itu saja. Yang penting mereka terus untung. Manajemen jenis ini tidak jahat, tapi manajemen yang tak peduli, manajemen yang hanya mementingkan kepentingan pribadi.

Yang fatal, ada golongan manajemen jahat yang hanya berniat merampok, mencuri, dan bila perlu menghancurkan perusahaan. Jenis kejahatan manajemen lainnya adalah membohongi kinerja perusahaan dengan mendandani laporan keuangan secantik mungkin, menjanjikan prospek menarik, dan segala macam ketidakterbukaan informasi atau penipuan pada pemegang saham publik lainnya.

Manajemen bobrok punya segala macam trik jahat. Permainan yang dikenal pun bisa di banyak bidang, dalam laporan keuangan saja ada banyak posisi yang bisa dimanipulasi, misalnya: ekuitas, laba, arus kas, posisi piutang, pajak, dan lain-lain.

Yang lebih fatal dan lebih parah lagi adalah manajemen bobrok tapi juga investor mayoritas dari suatu perusahaan. Inilah mimpi buruk yang tak pernah dibayangkan oleh investor.

Cara Manajemen Jahat Mempercantik Laba

Kita diskusikan satu saja, ihwal laba. Laba bisa dipompa agar selalu terlihat menggelembung, sehingga selalu membuat mimpi investor melayang. Di sisi lain, laba bisa ditahan agar arus kas bisa dialihkan ke proyek-proyek tanpa tujuan jelas, agar duitnya bisa mengarah ke dompet pribadi manajemen. Dalam waktu lainnya, laba bisa dibuat rugi agar suatu ketika manajemen bisa membukukan laba fenomal melampaui imajinasi khayal paling liar kita sekalipun.

Publik awam memahami laba adalah selisih yang diperoleh dari hasil penjualan dikurangi beban pokok, administrasi, operasional, dan pajak. Di laporan keuangan, pos laba adalah posisi akuntansi belaka. Suatu angka yang fana sifatnya. Manajemen bisa mengaku ada penjualan padahal uang belum masuk. Atau, manajemen bisa mengaku penjualan diundur tahun depan, tapi posisi piutang bertambah karena barang sudah dilepas ke pihak lain. Di sisi lain, manajemen bisa mengaku ada penjualan, tapi barang masih dalam rangkaian distribusi rumit dan panjang, dan setelah 9 bulan atau satu tahun kemudian barang bisa kembali lalu dinyatakan hapus buku.

Begitulah. Akuntansi versus dunia nyata tentu berbeda. Kita perlu akuntansi untuk mendapatkan bahasa laporan bisnis yang baku sehingga semua bisa membacanya. Tapi akuntansi juga punya kelemahan seperti di atas. Memang benar ada perbaikan dalam skema standar akuntansi baru, aturan baru, pakta baru, yang berusaha mengurangi praktek kecurangan-kecurangan semacam ini. Tapi namanya manusia, manajemen di mana saja hampir sama sifatnya. Yang punya niat jahat akan terus melakukan hal jahat.

Bagaimana Investor Harus Bersikap?

Solusi untuk memahami manajemen adalah melakukan due-dilligence, pemeriksaan, riset industri, tanya jawab kepada manajemen tentang bisnis mereka, tanya jawab konsumen, kompetitor dan lain-lain. Tapi investor publik (setiap jenis, investor besar dan kecil) punya batasan, seperti yang telah dibahas sebelumnya. Investor publik tak punya kekuasaan, kekuatan, waktu, tenaga, uang, untuk melakukan proses itu semua. Kita hanya pemegang saham minoritas. Untuk wawancara pun paling kita hanya bisa bertemu staf bidang hubungan investor, bukan sekretaris perusahaan. Kecuali investor besar bisa bertemu direktur langsung. Investor kecil hanya punya kesempatan bertemu manajemen di rapat umum pemegang saham, tapi sifat pertemuannya formal dan tak cukup luas untuk menggali banyak hal.

Jika tak bisa memahami manajemen lebih baik lagi, masak kita tidak berinvestasi sama sekali?

Salah satu caranya adalah melakukan diversifikasi yang cukup luas. Dengan cara ini investor bisa mengurangi risiko salah memilih manajemen yang buruk. Model keputusan seperti ini tentu punya risiko terhadap potensi imbal hasil investasi. Hasil investasi terdiversifikasi biasanya punya imbal balik lebih rendah dibanding yang terkonsentrasi.

Investor nilai seperti Walter Schloss dan bahkan Benjamin Graham punya model keputusan investasi seperti ini. Schloss tak pernah pergi ke kantor perusahaan. Ia juga cukup rileks dalam berinvestasi: seketika ada peluang, maka ia akan berinvestasi sedikit, lalu setelah melakukan riset dari laporan keuangan dan tahunan dan mempunyai keputusan mantap terhadap peluang investasi itu, ia akan menambah modalnya lebih banyak. Graham juga dikenal orang yang tak mau mempercayai manajemen lebih jauh.

Di sisi lain, ada jenis investor yang punya kemapuan meneliti manajemen lebih detil dan mau melakukan usaha lebih keras untuk hal itu. Investor semacam ini tentu tak salah jika berinvestasi lebih terkonsentrasi di perusahaan-perusahaan. Mereka biasanya diganjar keuntungan lebih besar karena berinvestasi cukup besar di kala harga sahamnya rendah. Warren Buffett dikenal sebagai salah satu investor semacam ini. Begitu pula Phil Fisher, seseorang yang konon mempengaruhi gaya Buffett dalam model keputusan investasi semacam ini.

Bagaimana Anda Menilai dan Bersikap Terhadap Manajemen?

Dengan posisi kepemilikan investasi kurang dari 0,1% dari modal perusahaan, tak ada salahnya punya model keputusan investasi tidak mempercayai manajemen. Saya pribadi juga kadang semacam Schloss, namun di sisi lain jika sudah mantap dengan manajemen, kadang bisa lebih terkonsentrasi. Tak ada salahnya itu semua, asal kita tetap konservatif dan hati-hati.

Kita bisa punya kesempatan untuk bisa menangkap kesan bahwa manajemen perusahaan tertentu punya karakter yang baik melalui riset mendalam. Kita memang tak akan paham karakter manajemen itu baik, sebelum mereka terbukti bobrok. Jika investor telah melakukan telaah lebih mendalam, atau bahasa kerennya analisa fundamental lengkap, kadang investor bisa membaca karakter manajemen bobrok seperti ini.

Beberapa ciri khas umumnya: laporan keuangannya membingungkan, sering berubah standar pelaporan akuntansinya, ada potensi tidak jujur dalam pelaporannya, beberapa hubungan laporan akuntansi seperti tidak nyambung, juga berbicara hal yang baik-baik saja sementara menutup kegagalan mereka dan menyalahkan pihak lain (ekonomi, iklim, pasar, dst). Di sisi lain ada yang bilang manajemen yang tak peduli dengan kosmetika laporan tahunannya tapi laporan keuangan dan tahunannya lebih detail, teliti, dan terbuka biasanya adalah manajemen baik.

Bagaimana cara investor nilai menilai manajemen? Ada pendapat bahwa “kita harus anggap seseorang baik sebelum terbukti tidak baik.” Saya lupa siapa yang bilang itu. Tapi ini adalah filsafat pemikiran yang baik. Kita tak mungkin tidak mempercayai semua orang. Kita juga tak bisa mempercayai semua orang mentah-mentah. Asal kita sudah melakukan usaha awal yang sungguh-sungguh untuk menilai manajemen, maka jika kita tak dapatkan hal-hal negatif, kita simpan kepercayaan awal bahwa mereka baik. Sambil kita jaga risiko di sisi diversifikasi. Sampai ada fakta dan berita yang bisa membuktikan bawah mereka tidak baik. Begitu saja, kan?

Semoga kita bisa menemukan manajemen yang baik dalam investasi kita.

Foto: Ludovic Bertron, some rights reserved. Source: https://flic.kr/p/5vL2j6


Diterbitkan: 11 Aug 2017Diperbarui: 18 Feb 2022