"Bull markets are born on pessimism, grow on skepticism, mature on optimism, and die on euphoria." ~ Sir John Templeton
Dunia pasar modal sesungguhnya adalah semu. Ia adalah tempat yang sempurna bagi kepanikan dan kerakusan untuk bermain besama-sama. Inilah dunia tempat euforia bersemi.

Tengoklah saham Colorpak Indonesia, Tbk (CLPI), sebuah saham yang menjadi sejarah dalam investasi BolaSalju.com. Bila Anda membaca blog ini, saya mulai menyemai saham ini pada akhir 2010, ketika harganya masih 440-450, lalu sempat turun ke 420, dan bahkan membukukan kerugian parah ketika harganya menyentuh 320-an. Hingga akhirnya total akumulasi saham yang saya pegang hingga kuartal pertama 2011 adalah 90 lot (45.000 saham) pada harga rata-rata Rp 375,xx. Perlahan-lahan harganya naik dan mencapai puncaknya pada harga Rp2.700 beberapa minggu lalu. Ternyata beberapa hari setelah itu saham tersebut mengalami penurunan, dan pada jatuhnya bursa beberap hari kemarin, mengalami kejatuhannya yang fatal hingga Rp 1.280, meski akhirnya sempat jumpalitan seperti roller coaster dan menempati angka sekitar 1900-an. Untunglah saya sudah melepas seluruh koleksi saham ini pada 12 Juli lalu. Saya tidak perlu pusing dan khawatir tentang saham ini. Tapi saya merasa kasihan pada orang-orang yang masih berburu saham ini di harganya yang sudah terlalu overvalued, yaitu sekitar 20 kali laba bersihnya.

Bagaimana mungkin dalam waktu yang relatif sangat singkat, kurang lebih enam bulan, sebuah perusahaan dipandang tidak berharga sehingga sahamnya dihargai sangat murah, lalu beberapa saat kemudian perusahaan yang sama dianggap sangat bagus dan sahamnya dibeli 20 kali lipat keuntungan? Itu hanya bisa terjadi di dunia saham.

Pertanyaan saya, bagaimana mungkin orang membeli sebuah saham dengan rasio harga per laba sebesar itu, padahal ia bukan saham blue-chip? Bagaimana pula seorang mengejar dan membeli sebuah saham karena faktor harganya sedang lagi naik? Bagaimana pula orang bisa menyesali rugi karena nilai sahamnya jatuh sementara beberapa hari sebelumnya ia membeli saham tersebut tanpa tahu apa bisnis perusahaannya?

Tak heran bila ada suatu saham bisa bergerak dalam jarak 30% hingga -30% dalam satu hari. Bila bergerak ke arah positif, tentu saja semua gembira dan senang, dan makin banyak yang berduyun-duyun mengerumuni untuk merasakan keuntungan. Hanya orang yang sadar akan potensi risiko lah yang akhirnya bisa keluar sebelum semuanya meledak. Dan ketika tiba waktunya puncak dari kenaikan itu tiba, harganya akan kembali ke kisaran harga normal atau mendekati titik itu, karena inilah nilai wajar saham perusahaan tersebut. Bila harga bergerak ke arah negatif, tentu saja kejatuhan ini akan menghancurkan puluhan hingga ratusan orang yang terlibat di dalamnya. Betapa sangat menyakitkan.

Pada kedua kondisi pasar, baik bullish atau bearish pun, mereka umumnya tidak menganggap bahwa itu adalah pasar yang nyata. Transaksi saham hanyalah membeli kupon-kupon digital dengan tanda dan harga yang bisa berubah sesuai kehendak peramal super hebat. Mereka menganggap ada sosok canggih yang mempermainkan harga dan mereka senang saja ikut terlibat di dalamnya, terutama kalau kecenderungan harganya naik. Bila harganya turun, mereka biasanya mengumpat dan menyalahkan bandar atau siapa saja yang terlalu tega. Lalu timbullah anggapan ada konspirasi yang hebat untuk menggerakkan/menjatuhkan harga-harga saham. Konspirasi terbukti sebuah argumen yang mudah dilahirkan.

Dan bagaimana akibatnya bila di dunia yang semu ini tiba-tiba timbul euforia global? Bisa terjadi bubble, atau timbul resesi di dunia saham. Tak peduli suatu negara bagus, karena sistem keuangan dunia sudah demikin terhubung, maka efek satu negara bisa demikian cepat mempengaruhi negara lain. Kepanikan Jumat (5/8) lalu adalah contoh yang bagus untuk melihat euforia pasar saham. Semua orang ingin menjual sahamnya semurah-murahnya, dan akhirnya pasar anjlok 4 persen hanya dalam hitungan menit.

Maka mengulas kutipan Sir John Templeton di atas, sebuah era kenaikan bursa (bull market) biasanya lahir dalam puncak pesimisme. Setelah pesimisme berkurang, orang berduyun mulai bangkit dan membangun bisnis, juga masuk ke dunia saham meski masih ada rasa skeptis. Akhirnya setelah semua mapan, semua merasa ini sudah tidak akan ada kesalahan lagi. Inilah pasar yang bagus. Inilah pertumbuhan ekonomi yang hebat. Dan euforia kesuksesan ada di mana-mana.

Kalau kita percaya Sir John Templeton, kita tentu saja harus waspada. Ada yang pernah bilang: 1) bila semua orang pesimis dan memberi peringatan untuk tidak masuk ke pasar saham, maka itulah tanda selesai bearish market yang parah; 2) lalu bila semua orang terkena efuoria dan banyak yang bilang pasar sangat hebat dan tak akan turun, maka kita harus waspada karena itulah puncak euforia.

Tulisan ini bukan ingin mengajak kita takut. Saya hanya mencoba mengingatkan. Semoga dalam langkah operasi investasi kita selalu dalam koridor yang tepat dan bukan mendasarkan pada alasan dan argumen semua. Ekonomi Indonesia bagus, hanya kawasan Eropa yang mungkin memang sedang sakit. Amerika Serikat pun sudah mulai berusaha memperbaiki ekonominya.

Saya tidak tahu apakah kita akan resesi atau tidak. Semoga saja tidak, sebabnya fundamental Indonesia juga masih bagus dan sehat. Tapi saya hanya mengingatkan, sesungguhnya pasar saham itu tetap seperti itu, dunia yang semu, dunia yang dibesarkan oleh euforia. Hanya orang-orang yang mampu bangun dan melihat ini sebagai dunia nyata lah yang bisa menaklukkan keliaran pasar saham.


Diterbitkan: 11 Aug 2011Diperbarui: 9 Feb 2022