Ada 9 sektor utama tersedia di Bursa Efek Indonesia. Investor boleh saja memiliki saham di semua sektor itu. Bagaimana kalau ada sektor menarik tapi kita nggak familiar atau paham? Apakah layak operasi investasi seperti ini dilakukan?

https://open.spotify.com/episode/1SNUZCJZidlmrDebDqn7zu?si=p74jl-rVR32rOS6cwWJDSA
Artikel juga bisa didengarkan di podcast Investor Cerdas episode 023

Peluang Investasi Sangat Luas

Salah satu faktor menarik dalam investasi saham di Bursa Efek Indonesia adalah kita bisa berinvestasi dalam lintas sektor. Ada sembilan sektor utama: 1) agrikultur, 2) pertambangan, 3) industri dasar dan kimia, 4) aneka industri, 5) barang konsumsi, 6) properti, real estat, dan konstruksi, 7) infrastruktur, utilitas, dan trasportasi, 8) keuangan, dan 9) perdagangan jasa dan investasi.

Jika dilihat dari segi positifnya, faktor kebebasan memilih industri ini tentu menarik. Investor bisa fokus di industri yang diminatinya. Atau, di sisi lain, investor bisa memilih perusahaan di industri yang asing. Di dunia nyata, apa mungkin seseorang berinvestasi di perusahaan yang ia tak punya kapabilitas atau know-how sektor itu?

Hal ini yang kemudian membawa kita ke sisi negatifnya. Bayangkan seseorang dengan latar belakang teknologi informasi terjun ke dunia properti, tentu ia perlu belajar banyak sekali agar perusahaannya tidak rugi atau bahkan bangkrut. Contoh lain, seorang dokter bisa tertarik berinvestasi di perusahaan batubara karena kawannya bilang sektor ini lagi akan hot. Seorang dosen berinvestasi di bank. Seorang bankir berinvestasi di agrikultur. Dst. Dan tentu banyak variasi alih-profesi seperti tadi terjadi di bursa.

Memang benar ada poin penting lain, yaitu diversifikasi. Dan ini ada benarnya. Persoalannya, apakah berinvestasi di bidang yang benar-benar sangat asing cukup layak dilakukan?

Berinvestasi Dalam Apa yang Kamu Ketahu (Invest in what you know)

Di sinilah saya kira kita perlu mengulas paradigma invest in what you know, bernvestasilah dalam apa yang kamu ketahui.

Ada dua investor utama yang mengingatkan kita tentang paradigma ini.

Sosok pertama adalah Warren Buffett yang sering bilang agar kita berinvestasi dalam lingkaran kompetensi kita (our circle of competence). Tokoh lain yang mengenalkan paradigma serupa adalah Peter Lynch dengan contohnya berinvestasi di perusahaan yang produk/jasanya familiar dan sering kita pakai.

Lingkaran Kompetensi Kita (Our Circle of Competence)

Manusia pada dasarnya hanya ahli atau memahami beberapa bidang saja. Tantangan sebagai investor adalah ia dihadapkan oleh banyak pilihan investasi. Tapi pada dasarnya, pengatahuan, daya tahan, dan kekuatannya hanya ada di bidang-bidang yang diketahuinya.

Seorang ahli perencanaan atau pelaksana konstruksi tentu bisa menganalisis baik-buruknya perusahaan infrastruktur, properti, atau konstruksi secara lebih mudah dibanding dokter. Bidang-bidang itulah lingkaran kompetensinya. Seorang dokter mungkin bisa secara mudah menganalisis industri farmasi karena ia dekat dengan bidang itu.

Tentu saja kita mafhum seseorang bisa belajar dan memahami beberapa sektor. Katakanlah Anda bisa memahami bagaimana cara kerja perusahaan-perusahaan seperti: manufaktur, konsumsi, atau keuangan. Bisa dikatakan bidang-bidang itulah lingkaran kompetensi Anda.

Sementara itu Anda sangat tidak nyaman menganalisis perusahaan pertambangan dan konstruksi besar. Anda pusing bagaimana cara kerja keuangan, pembiayaan, atau pengakuan pendapatan, akuntansi, risiko kegagalan, dst. Di bidang usaha yang Anda merasa sangat tidak nyaman inilah yang BUKAN lingkaran kompetensi Anda.

Berinvestasi di Perusahaan yang Produk/Jasanya Familiar

Peter Lynch mengajarkan paradigma sederhana ini melalui bukunya yang terkenal One Up in Wall Street. Cara kerjanya sederhana sekali. Pilih perusahaan yang produk/jasanya terkenal. Bahkan Lynch memberi contoh beberapa murid SMA punya kinerja investasi lebih unggul dibanding manajer investasi profesional hanya dengan berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang produknya mereka kenal.

Dari Peter Lynch juga saya terinspirasi dan menginvestasikan dana tabungan anak-anak saya di perusahaan-perusahaan yang mereka kenal. Anda bisa melihat kinerjanya di portofolio anak. Hanya ada tiga perusahaan yang masuk portofolio itu. Kinerjanya juga lumayan.

Faktor Nilai Harus Terpenuhi

Saya tidak mengatakan kita hanya boleh berinvestasi di bidang-bidang yang kita kenal. Saya kira sah dan masuk akal berinvestasi di bidang yang bagi kita asing.

Sebelum bahasan lebih dalam topik berinvestasi di bidang yang kita ketahui ini, sebagai investor konservatif kita harus sudah ketat hanya membeli saham perusahaan-perusahaan yang sudah di bawah nilai intrinsiknya. Setelah nilai terpenuhi, kita yakin membeli perusahaan yang dijual di bawah nilai intrinsiknya, pertanyaan selanjutnya apakah hal itu cukup banyak faedah dibanding mudharatnya?

Efek Negatif Berinvestasi Di Luar Kompetensi Kita

Ilustrasi berinvestasi di luar kompetensi kita adalah mirip seseorang yang pertama kali menempuh perjalanan darat jarak jauh di suatu daerah asing. Ia tidak tenang. Ia akan menyetir hati-hati. Atau, jika daerah itu dikenal berbahaya, ia mungkin akan tegang dan stres.

Katakanlah kita ambil satu sisi kompetensi, yaitu memahami bagaimana perusahaan itu mendapatkan uang dan proses akuntansinya. Saya yakin Anda akan mudah panik dan khawatir saat perusahaan tidak perform dalam jangka pendek saat Anda tidak punya kompetensi memahami perusahaan itu. Jika Anda punya kompetensi memahami bagaimana perusahaan itu bekerja, seandainya perusahaan sedang terganggu, Anda akan menganalisis laporan keuangan terbaru, menghitung beberapa angka, lalu mengkonfirmasi bahwa keputusan mungkin tidak berubah.

Jika kita melangkah di luar kompetensi, saat perusahaan negatif dan harga sahamnya turun, maka bisa jadi kita harus terpaksa menjual posisi investasi kita. Pada akhirnya kita bisa rugi sendiri. Entah rugi kapital, atau juga rugi waktu, pikiran (panik/stres), dan mungkin kesempatan investasi di perusahaan lain.

Memaksa Investasi Hanya Karena Murah

Saya juga sering menjumpai situasi lain saat investor sebenarnya tidak yakin dengan beberapa kualitas perusahaan namun ia memaksa berinvestasi hanya dengan fokus nilainya murah.

Hal ini juga mirip dengan situasi di luar kompetensi tadi. Investor yang bertindak seperti ini sebenarnya sudah melangkah di luar yang dia ketahui. Hal-hal yang tidak diketahui ini bisa tentang kualitas usahanya, kualitas prospeknya, integritas manajemen, dan satu atau banyak hal lain dari perusahaan itu.

Saat investor tidak yakin, ia akan berhadapan dengan risiko ketidakpastian yang berakibat fatal terhadap operasi investasinya.

Sesederhana itulah berinvestasi dalam yang kamu ketahui berpengaruh terhadap arah operasi investasi.


Diterbitkan: 12 Mar 2019Diperbarui: 18 Feb 2022