Disclaimer/penyangkalan: Semua informasi yang terkandung di sini diperoleh oleh Bolasalju dari sumber-sumber yang dipercaya akurat dan dapat diandalkan. Namun, informasi tersebut disajikan “sebagaimana adanya,” tanpa jaminan apa pun, dan Bolasalju, khususnya, tidak membuat pernyataan atau jaminan, tersurat maupun tersirat, mengenai keakuratan, ketepatan waktu, atau kelengkapan informasi tersebut atau sehubungan dengan hasil yang akan diperoleh dari penggunaannya. Bolasalju memiliki kebijakan ketat yang melarang penggunaan informasi orang dalam. Semua ungkapan pendapat dapat berubah tanpa pemberitahuan, dan Bolasalju tidak berkewajiban memperbarui atau melengkapi laporan ini atau informasi apa pun yang terkandung di sini. Kami berhak mengubah keputusan apa pun, kapan pun, untuk alasan apa pun. Anda harus menganggap bahwa Bolasalju dan tim masuk ke dalam transaksi sekuritas yang dibahas dalam laporannya sebelum dan sesudah waktu yang ditetapkan Bolasalju untuk mengeluarkan laporan. Kinerja masa lampau tidak menjamin kinerja di masa depan. Setiap investor bertanggungjawab terhadap hasil dan keputusan investasinya masing-masing.
*Publikasi analisa ini tidak dimaksudkan sebagai rekomendasi atau ajakan membeli/menjual saham-saham yang disebutkan. Segala kerugian transaksi saham yang Anda lakukan adalah tanggungjawab Anda sendiri.
Hak Cipta © 2021 Bolasalju. Lisensi penggunaan materi ini adalah untuk perorangan. Dilarang menyebarkan dokumen ini dalam bentuk apa pun, digital, cetak, presentasi, suara, melalui media apa pun.
Pembaca tundak pada Disclaimer ini dan dianggap menyetujui pernyataan dan mengikat. Publikasi analisa ini bersifat arsip karena data sudah tidak relevan lagi.
DLTA vs MBLI
Awal pekan ini Indonesia sempat heboh soal isu investasi minuman keras atau minuman kategori beralkohol. Meski lampiran peraturan presiden soal investasi minuman keras dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal itu sudah dicabut, tapi akhirnya saya penasaran dengan dua produsen minuman keras yang ada di Bursa Efek Indonesia: DLTA dan MLBI.
PT Delta Djakarta Tbk (DLTA) didirikan pertama kali pada 1932, dibeli dan diubah menjadi NV De Oranje Brouwerij oleh perusahaan Belanda, lalu diubah menjadi PT Delta Djakarta pada 1970. Baru pada 1990 San Miguel, merek bir global dari Filipina ini mengakuisisi saham mayoritas di PT Delta. Merek yang diproduksi dan dipasarkan DLTA antara lain: Anker, Carlsberg, San Miguel, Batavia, dan Kuda Putih. Sebagian produk juga diekspor ke Thailand dan Vietnam. DLTA IPO pada 1984. Kepemilikan saham DLTA adalah: Grup San Miguel sebesar 58,33%; Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar 26,25%; dan publik sebesar 15,42%.
PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) didirikan di Medan pada 1928 dengan nama N.V. Nederlandsch Indische Bierbrouwerijen. Setelah pindah domisili ke Surabaya pada 1936, Heineken mengambil alih saham mayoritas. Setelah mengalami berbagai kejadian dan perubahan, perseoran berganti nama menjadi PT Multi Bintang Indonesia dan menjadi menjadi perusahaan terbuka mulai 2001. Merek yang diproduksi dan dipasarkan MLBI adalah Bintang, Green Sands, Heineken, dan Strong Bow. Kepemilikan saham saat ini Heineken International BV 81,78% dan publik 18,22%.
Berdasarkan sekilas komparasi valuasi yang kami kumpulkan, per hari ini 3 Maret 2021:
- Harga 3 Maret 2021: DLTA Rp3.860 vs MLBI Rp9.125
- P/E TTM: DLTA 18,43 vs MLBI 32,00
- P/B: DLTA 3,18 vs MLBI 14,82
- Lembar saham: DLTA 0,8 miliar vs MLBI 2,11 miliar lembar
- Margin laba kotor: DLTA 69,59% vs MLBI 44,96%
- Margin laba bersih: DLTA 25% vs 18%
- Dividen payout ratio (2020 untuk tahun buku 2019): DLTA 7,56% vs MLBI 0%
- Dividen dalam situasi normal (2019 untuk tahun buku 2018): DLTA sebesar Rp583 (yield 12,3%) vs MLBI sebesar Rp583 (yield 6,3%)
Dari sekilas valuasi-valuasi di atas, sepertinya DLTA lebih menarik dari sisi profitabilitas vs valuasi sederhana. Untuk membuktikan apakah dua valuasi di atas layak dan rasional, harus ada pembanding dengan profitabilitas dan kualitas pertumbuhannya. Mungkin saja saham MLBI layak dibayar mahal karena punya sejarah pertumbuhan lebih tinggi sehingga dalam jangka panjang kinerja mereka sudah menutup risiko yang dibayar atas harganya.
Kualitas Merek: pengetahuan saya soal minuman beralkohol minim. Dalam analisis ini mohon abaikan hal ini. Selain saya tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, saya juga tidak melakukan riset apa pun. Jadi kita abaikan saja. Menurut yang saya pelajari, minuman rekreasional mempunyai basis penggemar loyal sendiri-sendiri berdasarkan pengalaman di mana komunitas asal konsumen. Pengalaman ini uniknya agak susah ditransfer ke wilayah lain. Jadi, konsumen bir Anker sedari muda mungkin susah beralih ke merek bir Bintang. Begitu pula sebaliknya, mereka yang kenal Heineken atau Bintang dari muda akan susah diyakinkan untuk beralih ke brand Carlsberg. Kuncinya komunitas lokal.
Gangguan penjualan di masa pandemi: karena pembatasan sosial, aktivitas leisure mulai dari tempat hiburan malam berkurang dan banyak yang ditutup. Sementara itu penjualan minuman beralkohol sepertinya efektif di area seperti itu. Aktivitas penjualan melalui kanal distribusi ritel masih memungkinkan. Dan itu tampaknya penunjang utama kinerja kedua emiten minuman beralkohol ini selama era pandemi dari 2020 lalu.
Kualitas Penjualan: Selama 10 tahun dari 2010 hingga Q32020, kedua perusahaan tampak masih melaporkan laba. Sebagai konfirmasi, arus kas kedua operasional kedua perusahaan produsen bir ini tampak sehat dan kaya. Jadi, dari sisi profitabilitas kita tak perlu ragukan lagi.
Kualitas Pertumbuhan: Selama 6 tahun terakhir dari 2014-2019, untuk membandingkan kinerja di era normal sebelum pandemi:
- CAGR penjualan: DLTA sebesar -1,01% YoY vs MLBI sebesar 3,68% YoY. MLBI lebih unggul.
- CAGR laba kotor: DLTA sebesar -0,57% YoY vs MLBI sebesar 4,00% YoY. MLBI masih lebih unggul tipis.
- CAGR laba bersih: DLTA sebesar 1,65% YoY vs MLBI sebesar 7,20% YoY. MLBI jauh lebih unggul.
- CAGR liabilitas: DLTA sebesar 10,54% YoY vs MLBI sebesar 0,72% YoY. MLBI terlihat sangat bagus mengelola liabilitasnya.
- CAGR ekuitas: DLTA sebesar 9,26% YoY vs MLBI sebesar 12,89% YoY. MLBI masih unggul.
- Tingkat kenaikan dividen total: DLTA 74,58% vs MLBI 72,17%
- Tingkat pembayaran dividen rata-rata: DLTA 64,66% vs MLBI 96,96%.
Untuk kualitas arus kas, keduanya termasuk perusahaan sehat. Jadi tidak perlu analisa lebih lanjut. Namun dari sisi perputaran persediaan, terbukti MLBI punya strategi logistik dan pergudangan yang efisien sehingga mereka bisa menjual barang lebih banyak dari persediaan yang mereka kelola. Mungkin di titik inilah hal baik dari MLBI.
Kesimpulan sederhana: Dari pantauan sederhana di atas ada beberapa kesimpulan yang seketika langsung muncul dalam benak saya. Pertama, industri minuman beralkohol sudah mature. Kedua perusahaan masuk kategori stalwarts jika meminjam istilah Peter Lynch. Ini dibuktikan dari tingkat pertumbuhan penjualan yang rendah.
Kedua, meski rasio pembagian dividen lebih besar MLBI, namun berkat peningkatan penjualan yang lebih baik dan efisiensi produksi/usaha, MLBI mampu menghasil bottom line nilai yang lebih baik kepada pemegang saham.
Tanpa berpanjang lebar, atau mungkin karena saya kurang paham industri ini, mengingat sifat usaha yang mirip dan tingkat pertumbuhan stabil, faktor penting terakhir hanya ada di sisi valuasi. Pertimbangannya begini: ada dua perusahaan dalam sebuah industri yang stabil, jika perusahaan satu dihargai lebih murah di pasar namun punya profil risiko pertumbuhan terganggu dibanding yang lebih mahal, seberapa mahal kita harus membayar risk premium itu sehingga harga yang kita bayar masih layak dalam jangka panjang?
Seni Valuasi DLTA dan MLBI
Disclaimer: saya tidak ada rencana membeli dua saham emiten di bawah ini. Maka valuasi ini hanya saya niatkan sebagai edukasi saja.
Catatan dan asumsi: valuasi DLTA memakai asumsi pertumbuhan 0%. Padahal aslinya pertumbuhan penjualannya negatif dan labanya hanya tumbuh 1,6%. Karena masih kecil, maka saya memutuskan memakai rasio pertumbuhan 0%. Sementara itu MLBI memakai asumsi 4% (penjualan), padahal pertumbuhan penjualan asli masih 3,6% dan penjualan labanya 7% lebih.
Basis multiple di DLTA saya putuskan memakai angka 5x, masih dalam kisaran historical mereka. Sementara MLBI memakai 17x yang merupakan angka rasional bahkan masih di bawah kisaran historical mereka saat ini. Artinya, dari dua valuasi di atas, membeli MLBI di harga sekarang vs DLTA masih punya batas pengaman lebih aman.
Sebagai value investor, valuasi di atas mungkin agak terlalu mengkhawatirkan. Apalagi memakai multiple setinggi 17x. Tapi gimana lagi. Faktor pengali setinggi itu pasti punya risiko jika ternyata pasar mengkhawatirkan saham-saham besar ala MLBI.
Saya akan tawarkan sudut pandang valuasi lain:
- DLTA: dengan risiko profitabilitas dan pertumbuhan yang kurang oke, DLTA menawarkan yield dividen 12,58% dibandingkan situasi normal. Tentu angka ini baru bisa dicapai katakanlah setelah situasi pandemi sudah teratasi, mungkin pasca 2021. Dividen baru diperoleh 2022. Dengan asumsi ini, hanya berharap dari dividen dari DLTA saja, maka investor bisa berharap modalnya kembali utuh (BEP) setelah 7 tahunan (ekspektasi 6 tahun, plus penundaan 1 tahun). Ini belum dari potensi capital gain. Saham DLTA sudah turun -35,6% setahun terakhir. Ada harapan ekspektasi perolehan 55,28% jika sahamnya kembali ke harga normal saja.
- MLBI: dari dividen saja, ada harapan modal Anda kembali balik setelah 11,4 tahun. Dari capital gain, saham MLBI sudah turun -38,8% selama setahun terakhir. Katakanlah harganya kembali ke titik semula, ada harapan ekspektasi return 63,4%. Namun, meski dikenal sebagai saham yang dijual dengan valuasi tinggi, masih ada risiko saham perusahaan besar dan terkenal tidak kembali dihargai premium. Di situ risikonya.
- Dari kedua hal itu: variabelnya hanyalah soal waktu, yaitu kapan sahamnya akan kembali ke harga normal itu. Jika Anda investor jangka panjang dan tidak mempermasalahkan berinvestasi di sektor minuman beralkohol, silakan pertimbangkan sendiri di batas aman yang nyaman.
Sekilas Saham DLTA dan MLBI
Kami juga menerbitkan ringkasan analisa ini dalam bentuk video Sekilas Saham.
Referensi
- Laporan Keuangan September 2020: DLTA dan MLBI
- Annual Report DLTA: 2019, 2018, 2017, 2016, 2015, 2014 (alt), 2013 (alt)
- Annual Report MLBI: 2019, 2018, 2017, 2016, 2015, 2014, 2013
Diterbitkan: 5 Mar 2021—Diperbarui: 4 Dec 2023