Selamat dan sukses buat bangsa Indonesia telah melaksanakan hajat besar demokrasi di tahun ini. Pemilu serentak 2019 bisa berjalan lancar damai dan kondusif. Lalu, bagaimana IHSG pasca pemilu?

https://open.spotify.com/episode/0cTWK770j6AptFzObM5Vb0?si=vUEVpjDDTMG5rAYvdAi_TA
Artikel ini juga bisa didengarkan versi audionya melalui podcast Investor Cerdas.

Ucapan Terima Kasih

Sebelumnya, kita patut mengucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) karena telah bekerja keras dari Sabang hingga Merauke menjaga pesta demokrasi ini berjalan aman dan tenang. Saya pribadi mengajak untuk berterima kasih kepada seluruh petugas KPU, Bawaslu, saksi-saksi pemilu di seluruh Indonesia telah memenuhi tugas kerjanya.

Terima kasih pribadi saya untuk buat petugas KPPS, petugas pemilu lokal di tingkat TPS yang mempersiapkan, melaksanakan pemilihan hingga lancar, hingga proses penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), lalu membawanya ke kecamatan. Mereka saya anggap pahlawan lokal pemilu. Ya, saya tahu mereka dibayar, tapi kebanyakan mereka terpilih karena tidak ada orang yang mau bekerja sebagai KPPS, apa pun risikonya, baik fisik dan hukum. Ada kasus pemilu lalu petugas salah coret dituntut oleh saksi dan partai, lalu mengikuti sidang yang merepotkan di ibukota propinsi. Bayarannya mungkin sudah habis untuk transportasi saja. Belum lagi kerja marathon lebih dari 24 jam untuk melaksanakannya. Terima kasih.

Terakhir, pemilu damai bisa terlaksana kalau kita semua menjaganya secara tertib, percaya pada aturan dan pelaksanaan yang berlaku. Kita harus menunggu hingga KPU mengumumkan hasil akhirnya nanti.

Kalau kita semua komitmen menjaga kedamaian dan ketertiban Indonesia, kita akan bisa melaksanakan pekerjaan, berinvestasi, membesarkan keluarga, dan berharap masa depan cerah bagi kita semua.

Menebak Masa Depan

Kenapa ada kita tertarik mengetahui bagaimana IHSG pasca pemilu? Menurut saya wajar.

Manusia selalu ingin tahu masa depannya. Dari zaman dahulu hingga sekarang, manusia selalu ingin menebak masa depan mereka. Maka bertumbuhlah profesi yang menawarkan jasa untuk menjawab pertanyaan manusia lain tentang masa depan mereka. Berbagai profesi dari profesi klenik: peramal, cenayang, atau dukun; hingga profesi modern: biro riset, jasa survei, hingga konsultan.

Masalahnya, atau pertanyaannya, apakah layak kita mencari tahu ramalan atau prediksi khususnya yang bersifat analitis seperti IHSG pasca pemilu?

Sifat Ramalan

Daryl Morey adalah pelatih klub bola basket NBA Houston Rockets sejak 2007. Ia ditarik menjadi manajer Rockets karena obsesinya menggunakan analisa data dalam perekrutan dan pengelolaan timnya. Yang menarik, karir Morey awalnya adalah konsultan. Ia bercerita bahwa di dunia umumnya, apalagi konsultan, kecenderungan manusia akan menganggap orang yang sangat meyakinkan dalam prediksi lebih dipercaya daripada mereka yang tidak bisa memberi jawaban apa-apa karena mereka percaya rasio probabilitasnya belum pasti. Morey bercerita dalam suatu wawancara ia diminta memprediksi harga minyak. Padahal tak ada orang yang bisa memprediksi harga minyak. It was basically nonsense.

Kita bisa ingat sejarah krisis. Saat krisis 1997, siapa yang bisa menebak krisis akan datang bulan berapa? Atau siapa terkena apa di bulan apa? Ekonomi Indonesia terhantam keras pada 1997. Di Amerika tidak begitu terasa. Tapi di sana ada yang terkena imbas gejolak ekonomi global karena ada hedge fund yang harus dibailout oleh 16 lembaga keuangan global.

When Genius Failed (Roger Lowenstein, 2000) adalah buku yang bercerita tentang Long Term Capital Management, sebuah hedge fund di AS dengan penasihat dua peraih hadiah nobel di ekonomi. Hedge fund ini mencari keuntungan dengan mengeksploitasi selisih harga obligasi, dari aset-aset derivatif. Tiga tahun meraih sukses besar, tentu saja dengan memanfaatkan leverage tinggi karena selisih harga obligasi sangat mini. Di tahun keempat atau hingga Maret 1998, semuanya masih optimis. Namun hingga pertengahan 1998, biarpun mereka sudah minus dan terekspos leverage besar, mereka masih yakin pasar akan berbalik arah sehingga model mereka akan terbayar. Tapi apa daya, pasar berkata lain dan model derivatif yang disusun oleh dua peraih hadiah nobel itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Apalagi didukung oleh leverage tinggi hingga di akhir krisisnya mencapai 100 kali lipat.

Saat krisis 2007-2008, siapa yang bisa menebak puncak krisis itu di bulan apa dan siapa yang terekspos? Memang ada orang yang bisa menemukan peluang jauh sebelum krisis itu terjadi. Tapi orang-orang itu tidak tahu kapan krisis itu meletus. Salah satunya adalah Michael Burry, seorang value investor, yang diceritakan oleh Michael Lewis dalam The Big Short (2010). Setelah biasanya beroperasi di bidang saham dengan mengamalkan paradigma value, Burry menemukan ada aset bermasalah di dalam asuransi (swap) kredit perumahan di Amerika Serikat. Ia menemukan bahwa banyak kredit yang dianggapnya buruk namun dimiliki dan dijamin oleh institusi besar. Ia percaya jika suku bunga naik, hal berikutnya kreditor perumahan yang buruk itu gagal bayar, dan hal itu akan memukul penjamin kreditnya. Maka Burry membeli aset yang melawan CDS itu, atau semacam tebakan sebaliknya, seperti shorting. Burry menahan kerugian beberapa tahun. Ia bahkan sempat tegang dengan investor besarnya, seorang value investor terkenal. Namun pada akhirnya Burry untung besar setelah krisis itu meletus.

Dan banyak lagi bukti realistis bahwa pada dasarnya tidak masuk akal membuat prediksi atas hal-hal yang tidak ada basis datanya.

Tidak Bisa Memprediksi, Lalu Kita Bisa Apa?

Memang kita yakin bahwa ada sifat-sifat prediksi yang mendekati kebenaran. Dan kita bisa berpegang pada pandangan seperti ini. Namun saya percaya kegiatan seperti ini bukan prediksi.

Namanya antisipasi. Contoh sederhananya begini:

  • Jika sekarang musim hujan, maka Anda relatif yakin untuk mengantisipasi besok pasti akan hujan
  • Jika sekarang musim kemarau atau panas, maka Anda relatif yakin untuk mengantisipasi besok tidak akan hujan

Namun kita akan susah mengantisipasi untuk kasus yang detail, seperti: jika sekarang musim hujan, lalu Anda diminta menebak apakah besok sore pukul 17.00 akan hujan? Hal itu akan susah.

Memang benar para untuk cuaca ahli meteorologi sudah bisa menebak mendekati kebenaran hingga per jamnya. Namun kadang masih ada kekeliruan, meleset beberapa jam. Sifat prediksi berbasis data pun masih ada margin of errornya.

Dua Peluang IHSG Pasca Pemilu

Saya rasa IHSG pasca pemilu bakal mempunyai dua peluang kejadian. Yang pertama adalah naik. Yang kedua adalah turun. Probabilitasnya hanya 50:50 atau 50%. Pertanyaannya, apakah peluang itu untuk 1 hari? Untuk 1 bulan? Ataukah untuk 1 tahun?

Maka, saya kira usaha kita menebak bagaimana itu tidak relevan. Nonsense. Usaha menebak ini saya kira tidak bermanfaat.

Saya rasa yang lebih relevan adalah mengantisipasi. Misalnya, setelah hasil Quick Count beberapa lembaga independen menunjukkan kemungkinan besar Presiden Joko Widodo melanjutkan kepemimpinannya. Namun kita harus menunggu hasil dan penetapan dari KPU untuk pasti.

Apa yang bisa kita pelajari dari kepemimpinan pak Jokowi selama 5 tahun terakhir? Infrastruktur dibangun masif dan serius. Jalan tol lintas Jawa, dari Jakarta ke Surabaya selesai. Bahkan sekarang dilanjutkan hingga ke timur. Sumatera sudah dibangun dari Lampung hingga Palembang. Sumatera bagian barat juga sedang dikerjakan. Kalimantan juga. Jaringan rel kereta api diperbaiki. Beberapa ruas kereta lama akan dihidupkan. Pembangunan dan perbaikan bandara juga dilakukan di mana saja. Waduk dan embung juga dibangun di berbagai daerah sebagai penunjang pertainan dan pengairan.

Maka, sebagai warga dan investor, kita optimis beliau akan melanjutkan kebijakan infrastruktur. Kenyataannya masih infrastruktur kita masih jauh tertinggal dibanding negara lain. Baik infrastruktur jalan, waduk, pelabuhan, bandara, atau infrastruktur teknis seperti jaringan internet, air, dan kesehatan. Begitu pula infrastruktur legislasi, perizinan, dan usaha.

Setelah infrastruktur, program kerja Pak Jokowi katanya akan fokus dalam sumber daya manusia.

Mengantisipasi Kemajuan Indonesia

Jadi, menurut saya, sudah selayaknya kita fokus untuk mengantisipasi efek pembangunan selama 5 tahun lalu dan juga 5 tahun yang akan datang.

Apa efek infrastruktur? Lihatlah sejarah China, Korea, atau Amerika Serikat tahun 60-an yang juga pesat pengembangan infrastrukturnya sebagai langkah awal kemajuan mereka.

Dari hal-hal itulah kita bisa mengantisipasi bagaimana ekonomi Indonesia akan tumbuh. Kita bisa bertanya, menguji, menganalisa, atau mempelajari sektor mana yang akan terpengaruh oleh kebijakan-kebijakan itu dan bagaimana prospeknya.

Memang benar kita juga tidak bisa yakin bahwa antisipasi kita akan 100% benar. Kita masih harus memberi margin akan kesalahan. Seperti investasi, kita harus selalu memberi batas pengaman dalam setiap keputusan kita.


Diterbitkan: 21 Apr 2019Diperbarui: 18 Feb 2022