Saya mendapat pertanyaan ini beberapa kali dalam situasi berbeda. ‘Cut loss’ menyatakan bahwa seorang investor merealisasikan posisi kerugian dalam investasi. Apakah value investor pernah cut lost?
Kemudian, di saat lain, saya pernah mendapatkan pertanyaan serupa, apakah Warren Buffett pernah cut loss? Ini pertanyaan menarik dan juga menantang untuk dijawab.
Masak Value Investor Salah?
Pertanyaan ini menantang karena saya merasa mungkin ada yang mengira bahwa seorang value investor tidak pernah salah. Seorang investor yang disiplin berkerja menganalisa fundamental perusahaan sebelum menginvestasikan satu Rupiah uangnya, masak ia masih bisa salah?
Pernyataan value investor tidak pernah salah sejatinya kurang tepat.
Seseorang yang sudah bekerja keras untuk meneliti kualitas perusahaan, kekuatan keuangannya, dan juga murah tidak sahamnya—jauh sebelum ia membuat keputusan investasi masih bisa salah. Masih tetap bisa salah.
Bisa saja ia salah dalam menganalisa atau salah valuasi. Bisa juga ia salah karena hal-hal yang terjadi di luar kapasitas dirinya, misalnya manajemen tiba-tiba bekerja tidak baik, terjadi gejolak ekonomi, atau situasi industri yang berubah. Hal lain, bisa juga seorang investor salah membuat justifikasi besarnya porsi investasi atas satu atau beberapa komponen investasinya.
Seorang investor yang sudah bekerja disiplin masih bisa salah. Lalu bagaimana?
Cut Loss Masih Bisa Terjadi
Satu-satunya solusi atas kesalahan keputusan investasi adalah menjual investasi tersebut. Itu pun bila hal tersebut masih bisa dilakukan. Kalau investor tidak bisa melepas investasinya, ya berarti investor itu harus menganggap investasinya hangus. Write off.
Jika faktor kesalahan yang terjadi bukan karena fundamental perusahaan, bisa saja investor tidak perlu melepas posisinya tersebut. Atau, jika kesalahan adalah faktor bobot portofolio, bisa saja posisi investasi di portofolio tersebut dikurangi atau ditambah, tergantung pertimbangan investor.
Intinya, cut loss masih mungkin terjadi dan dilakukan, bahkan oleh seorang value investor.
Baca juga: Kapan Saat Menjual?
Perbedaan Cut Loss Versi Trader dan Investor
Tapi saya kira istilah cut loss bisa berbeda antara pandangan trader dan investor. Seorang trader bisa saja membuat sebuah rencana perdagangan saham dengan strategi beli dan jual di angka tertentu. Jika mencapai titik kerugian tertentu ia harus cut loss. Strategi ini dikenal dengan posisi stop loss. Jika strateginya tidak bekerja maka otomatis saham tersebut dijual.
Istilah “cut loss” versi value investor berbeda.
Seorang value investor hanya akan menjual rugi sahamnya jika ada kesalahan fatal dalam keputusan investasinya tersebut. Alasannya sudah disebut di atas. Dalam pandangan ini, cut lossnya sangat berbeda.
Seorang value investor tidak pernah membuat posisi stop loss untuk hanya sekadar melakukan cut loss jika harga saham turun dalam porsi tertentu. Seorang value investor yakin bahwa harga saham tidak relevan dengan kondisi perusahaan, hal utama yang diyakininya.
Apakah Warren Buffett Pernah Cut Loss?
Dan, kita bergeser ke hal lain ini. Apalagi Warren Buffet diakui sebagai panutan investor sedunia.
Menurut saya, Warren Buffett mungkin pernah cut loss. Terutama di era pra-Berkshire Hathaway atau di masa partnership. Cuma kegiatan investasinya saat itu tidak terdokumentasikan sebaik hasil akumulasi investasinya.
Setelah masa Berkshire Hathaway, saya kira yang namanya cut loss tidak pernah terjadi. Namun, seorang manusia, biarpun itu Warren Buffett, pasti pernah melakukan kesalahan.
Tapi kesalahan seorang Buffett tentu berbeda dengan kesalahan investor pada umumnya.
Pertama, karena sifat investasi di Berkshire berbeda dengan posisi investasi kebanyakan orang lainnya. Jika posisi investasi orang lain bersifat efek yang bisa diperjual belikan, Berkshire memandang posisi investasi lebih mendekati permanen. Atau, minimal, jauh lebih lama.
Kedua, banyak posisi investasi di Berkshire Hathaway yang merupakan akuisisi penuh perusahaan. Sifat dalam investasi model seperti ini tentu berbeda. Tak mungkin Berkshire cut loss. Jika ada kesalahan—misalnya industri yang berubah atau ternyata harapan awal tidak terwujud dengan baik—maka Berkshire mungkin melikuidasi perusahaan itu atau menggabungnya dengan perusahaan lain. Dengan langkah itu personalia perusahaan bisa dialihkan ke perusahaan lain. Itulah model cut loss Warren Buffett.
Salah satu kesalahan terbesar yang diakui sendiri oleh Warren Buffett adalah Berkshire Hathaway (perusahaan tekstil). Perlu beberapa tahun hingga ia melikuidasi pabrik tekstil yang pada akhirnya hanya tersisa satu pabrik. Namun, kita akui langkah cerdas Buffett yaitu mengubah usaha tekstil yang terus menerus turun kinerjanya itu perlahan menjadi konglomerasi keuangan besar setahap demi tahap. (Sumber CNBC)
Ada beberapa kesalahan lain yang juga diakuinya seperti investasinya di Diversified Retail, Hoshchon (…), US Airways, ConocoPhillips, dan mungkin masih ada lainnya lagi.
Kesalahan Value Investor Lainnya
Hingga artikel ini disiapkan saya masih kurang informasi soal kesalahan-kesalahan value investor lainnya. Atau sebenarnya saya mungkin lupa dari bacaan-bacaan beberapa investor lainnya. Saya akan memperbarui artikel ini di masa depan jika saya menemukan hal-hal baru.
Salah satu contoh yang saya ingat adalah kegagalan Bill Ackman yang merekrut eks Direktur Operasional Apple untuk berusaha membuat bisnis ritel J.C. Penney kembali bangkit. Ia gagal dan membuatnya rugi ratusan juta dolar.
Contoh lain yang saat ini masih terjadi ada di kubu yang melakukan short saham TSLA sejak 2017-an lalu. Selama 2019 saham TSLA mengalami periode penurunan. Dan mungkin keuntungan bagi shorter. Tapi dilihat selama 5 tahun terakhir masih bertahan. Tentu saja value investing dalam skema short siatuasinya berbeda dengan posisi long. Tapi ini kasus menarik.
Manfaat Cut Loss
Saya mendapat beberapa masukan setelah publikasi artikel ini. Salah satunya adalah soal manfaat cut loss yang bisa disarikan sebagai berikut:
Manfaat pertama, cut loss bisa berguna untuk mengurangi risiko. Hal ini sudah dinyatakan dalam beberapa pernyataan di atas. Bila keputusan investasi salah, ekpektasi sudah berubah, fundamental berbeda, maka lebih baik melepas risiko kesalahan saat ini juga daripada risiko di masa depan yang belum pasti.
Manfaat kedua adalah pajak. Di beberapa negara, kerugian akibat cut loss dari investasi bisa bermanfaat untuk mengurangi pajak. Tapi di Indonesia berlaku pajak final, maka kerugian kapital tidak bisa dimanfaatkan sebagai pengurang pajak.
Manfaat ketiga, cut loss bisa dimanfaatkan untuk mengambil posisi investasi yang lebih baik dengan potensi kerugian belum terealisasi lebih banyak. Misalnya, Anda punya posisi investasi 2, yaitu saham A dan saham B. Saham A sedang rugi belum terealisasi -10%. Saham B sedang rugi belum terealisasi -20%. Katakanlah preposisi saham B sesungguhnya sama-sama menarik dengan saham A. Anda bisa menjual saham A, atau realisasi rugi -10% untuk membeli saham B yang sedang turun -20%. Bila dianggap keduanya sama-sama punya bobot portofolio sebesar Rp10 juta atau total Rp20. Maka menjual saham A dengan nilai Rp9 juta, lalu membeli saham B seluruhnya, maka posisi baru akan seharga modal Rp20 namun sedang rugi sehingga total nilai pasar terakhir senilai Rp17 juta (8 juta + 9 juta). Manfaatnya, nilai saham B Anda saat ini hanya rugi -15%. Anda bisa berharap saat saham B itu kembali ke nilai awalnya kembali saja, maka Anda bisa untung lebih besar. Tentu saja asumsi ini juga potensi kerugian jika saham B masih turun lagi. Tapi kita sedang diskusi dalam konsep value investor.
Bagaimana Mencegah Cut Loss?
Saya tidak akan membahas mencegah cut loss atau mengurangi potensi cut loss karena itu di luar kekuasaan investor. Kita tidak bisa mengontrol pergerakan harga saham.
Mungkin ada pencegahan cut loss yaitu mempunyai posisi investasi bertahap. Jika belum yakin maka tidak perlu masuk terlalu besar. Kita baru masuk jika keputusan investasi sudah makin mantap.
Hal lain yang mungkin bisa kita lakukan sebagai value investor adalah dengan terus mengurangi kesalahan. Dengan mengurangi salah, maka kemungkinan cut loss akan makin berkurang.
Diterbitkan: 17 Sep 2019—Diperbarui: 1 Mar 2022