Apa Itu Second Level Thinking?

Pemikiran level kedua (second level thinking) adalah istilah yang dipopulerkan oleh Howard Marks melalui bukunya The Most Important Thing.

Konsep pemikiran ini artinya adalah investor yang ingin bertahan dan sukses di pasar modal dalam jangka panjang harus selalu bisa berpikir di level lanjutan (kedua) daripada berpikir di level pemikiran langsung atau level pertama.

Kenapa investor sukses harus berpikir di level pemikiran kedua? Alasannya jelas. Jika statistik di pasar modal mengatakan mayoritas investor tidak bisa melebihi indeks di pasar modal, maka mereka yang ingin sukses harus menjadi sedikit orang yang bisa berpikir dan bertindak secara berbeda.

Jika kita perhatikan mayoritas analisis atau pendapat di media massa dan media sosial, mayoritas investor berpikir dan bersikap di level pertama. Bagaimana contoh aplikasi pemikiran level kedua?

The Most Important Thing (Illuminated)

Kami, Redaksi Bolasalju, telah mempelajari buku ini dari bacaan di edisi kedua yang berisi tambahan komentar dari beberapa investor terkenal terbit pada 2013.

Beberapa investor itu antara lain Christopher C. Davis, Joel Greenblatt, Paul Johnson, dan Seth A. Klarman. Mereka ini sudah terkenal sebagai value investor dengan hasil investasi yang cakep. Tambahan komentar mereka atas teks dari Howard Marks bisa memberi nuansa baru.

Kami mengulang bacaan lagi di awal Juli ini dan kami menemukan bacaan wawasan yang cukup berharga untuk dibagikan.

Meneruskan Ajaran Graham

Pemikiran level kedua Howard Marks ini sebenarnya meneruskan apa yang diajarkan Benjamin Graham, bapak value investor yang juga jadi guru dari Warren Buffett dan banyak investor dunia.

“Seni investasi punya satu karakter yang umumnya tidak diapresiasi. Hasil investasi yang kredibel, jika tidak spektakuler, bisa diperoleh oleh investor umum dengan upaya dan kapasitas minimal; namun untuk meningkatkan standar yang mudah dicapai ini memerlukan banyak penerapan dan lebih dari sekadar kebijaksanaan.” —Ben Graham, di The Intelligent Investor

Petuah Graham itu sudah tertulis sejak tahun 1949. Jika petuah itu dianggap sebagai rahasia, seharusnya banyak orang makin sukses di pasar modal.

Ben Graham telah menambahkan di The Intelligent Investor, investor harus bisa bersikap berbeda atau kontrarian. Model pemikiran berbeda inilah yang diangkat oleh Howard Marks sebagai second-level thinking atau pemikiran level kedua.

Pasar Modal adalah Statistik

Tidak semua orang akan bisa sukses dan meraih kinerja terbaik di pasar modal. Sebab Anda semua adalah statistik itu. Statistik pasar modal Indonesia adalah kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Hasil Riil IHSG Setelah Dikurangi Inflasi Jangka Panjang Akhir Tahun 2023
Hasil Riil IHSG Setelah Dikurangi Inflasi Jangka Panjang Akhir Tahun 2023

Dari tabel di atas, IHSG telah terbukti menghasilkan kinerja yang lumayan dan bahkan bisa mengalahkan inflasi.

Lalu, bagaimana pola pikir investor yang harus dilakukan agar menjadi bagian dari 5%-15% mereka yang hasil investasi jangka panjangnya bisa melebihi indeks tersebut?

Beginilah logika yang ditawarkan di pemikiran level kedua.

Logika Pemikiran Level Kedua

Agar bisa menghasilkan kinerja fenomenal, Graham berkata kita harus menjadi kontra dan berbeda dibanding orang lain. Inilah filosofi dasar konsep “pemikiran level kedua” (second-level thinking) atau pemikiran berlapis dari Howard Marks.

Berikut ini contoh logikanya.

Contoh pertama: Kenapa saham turun? Alasan sebuah saham turun seperti karena laba yang turun adalah pemikiran level pertama. Pemikiran level kedua berkata harga saham yang dulu terlalu mahal.

Contoh lainnya:

Apakah industri ini bermasalah? Sentimen yang dibahas di berita bisnis adalah pemikiran level pertama. Pemikiran level kedua mengharuskan kita berpikir tentang ekologi, aspek budaya, dan sosial sekaligus, di mana industri itu akan masih punya masa depan.

Pertumbuhan laba sebuah perusahaan sangat bagus. Hal ini didukung oleh pertumbuhan pendapatan dan potensi pasar yang cukup bagus. Pemikiran level kedua menguji apakah ruang tumbuh sebagai pangsa pasar perusahaan masih cukup tersedia?

Manajemen sebuah perusahaan dengan bangga mengatakan bahwa biaya mereka paling rendah, profitabilitas paling baik. Pemikiran level pertama akan percaya dan berusaha membeli saham perusahaan tersebut yang saat ini dihargai murah. Pemikiran level kedua bertanya, dengan kadar investasi kembali yang rendah, kenapa mereka tidak membagikan dividen?

Manajemen mengungkap rencana dan strategi perusahaan yang optimis dengan menunjukkan indikator dan metriks yang masuk akal. Pemikiran level pertama mengambil 100% perkataan manajemen dan mengujinya menjadi hasil valuasi yang optimis. Pemikiran level kedua menanyakan, jika strategi itu dilakukan, bukankah kompetitor juga telah melakukannya? Lalu bagaimana strategi itu bisa membuat perbedaan dengan marjin laba yang sama.

Dan seterusnya.

Aplikasi Pemikiran Level Kedua

Mengaplikasikan pemikiran level kedua itu susah. Meskipun bisa dilakukan. Anda harus bisa melepaskan diri dari tren, berpikir independen, dan menghindari bias.

Pemikiran level kedua mengharuskan investor agar berpikir lebih luas, berpikir di luar wilayah kenyamanannya, berpikir independen dan lebih kreatif.

Statistik pasar modal global mengatakan 85%-95% pelaku pasar perolehannya tidak bisa mengalahkan indeks dalam periode jangka panjang lebih dari 10 tahun.

Maka, untuk mengaplikasi pemikiran level kedua, kita juga boleh berpikir tidak berusaha mengalahkan indeks. Maka, seperti diajarkan Ben Graham, jalan berinvestasi yang sederhana dengan ekspektasi bisa menghasilkan perolehan mendekati indeks sebenarnya sudah cukup.

Untuk bacaan lebih lanjut, silakan ikuti Bab 1 di The Most Important Thing.

Riset Bolasalju dan Pemikiran Level Kedua

Pelajari metode berinvestasi sederhana ala Graham melalui seri video “Investasi Saham Aman, Mudah, dan Menguntungkan” di YouTube ini.

Riset Bolasalju memilih transparan dan independen agar bisa berpikir di tingkat kedua itu. Kami biasa mengambil pemikiran kontra dan berlawanan dari pasar. Kami juga berusaha membuktikan melalui model portofolio riil dengan strategi pasif dan aktif. Model portofolio ini juga mengaplikasikan pemikiran level kedua sebagaimana telah kami bahas di postingan media sosial ini. Kami akan mengulasnya lain kali.

Demikian, semoga Anda mendapat manfaat dari artikel ini.


Diterbitkan: 17 Jul 2024Diperbarui: 17 Jul 2024