Dalam korporasi modern yang menggurita beranak-pinak, akibat akuisisi, penggabungan usaha, dan usaha-gabungan (joint venture) akan memunculkan angka yang sulit dipahami. Salahtunya adalah goodwill.
Apa itu Goodwill?
Goodwill adalah aset tidak berbentuk yang diakui perusahaan terkait kelebihan nilai yang dibayar oleh perusahaan saat mengakuisisi perusahaan lain dari aset bersihnya. Pencatatan goodwill sendiri tergantung bentuk dan caranya, seperti akuisisi terkonsolidasi, metode akuisisi, atau joint-venture.
Tapi agar mudah, kita akan pakai contoh sederhana saja.
Begini, katakan ada perusahaan A membeli perusahaan B seharga Rp100 miliar. Akuisisi ini tidak akan jadi ribet jika perusahaan B memang dikatakan punya ekuitas senilai Rp100 miliar. Duit tukar aset. Beres, kan? Akuntan tidak pusing. Investor biasa tidak bingung.
Bagaimana kalau begini, perusahaan A ingin membeli perusahaan B yang punya aset bersih dikurangi utang senilai Rp100 miliar. Tapi… si B ternyata perusahaan top. Dia punya produk super keren. Perusahaan A rasanya nggak mungkin beli perusahaan B hanya senilai Rp100 miliar, kan?
Jika A mengakusisi B senilai Rp500 miliar, maka di kejadian inilah kita akan menemukan pos bernama “Goodwill” itu.
Goodwill mencatat selisih dari yang dibayar dan nilai aset. Dalam kasus A membeli B di atas, nilai goodwill yang diakui adalah Rp400 miliar.
Baca juga: Laporan Keuangan Konsolidasian
Apakah Goodwill Diamortisasi?
Dengan karakternya yang seperti di atas, goodwill dianggap punya usia yang tidak terbatas (infinite). Sekali ada, maka goodwill akan selalu muncul di perusahaan itu. Dari sebab-musabab ini, maka goodwill tidak akan diamortisasi.
Goodwill akan diuji untuk pencadangan penurunan nilainya setiap tahun,atau lebih sering, jika ada indikasi memang diperlukan.
Pembaca awam mungkin bertanya, alasannya apa tidak diamortisasi?
Begini, goodwill akan berada di sisi kiri laporan keuangan pos neraca, kan? Goodwill adalah bagian aset yang merupakan cermin dari seluruh permodalan di sisi kanan. Karena posisi di kiri dan aset itu sendiri yang diwakili oleh goodwill, maka kalau aset perusahaan dan anak usahanya sudah diamortisasi setiap tahun, jelas sudah goodwill tidak perlu. Itulah kenapa jika asumsi hasil akuisisi itu merugikan atau turun nilainya, nilai goodwill bisa diuji.
Dua Pengakuan Goodwill
Ada dua metode pengakuan goodwill yang diizinkan IFRS (International Financial Reporting Standards), organisasi profesi akunting internasional yang mengatur bentuk-bentuk kesepakatan akuntan seperti ini.
Goodwill bisa berbentuk “parsial” atau penuh (full). Goodwill selalu dicatat saat kejadian transaksi terjadi.
Goodwill parsial diukur dari nilai wajar akuisisi (dari perusahaan target) dikurangi bagian (porsi/parsial) pengakuisisi atas nilai wajar semua aset berwujud, liabilitas, dan liabilitas berlanjut yang dapat diperoleh dan diidentifikasi.
Goodwill penuh diukur dari nilai wajar entitas secara keseluruhan dikurangi nilai wajar semua aset berwujud dan tidak berwujud, kewajiban, dan kewajiban berlanjut yang dapat diidentifikasi. (Sumber: FASB ASC Topic 805).
Memahami goodwill tidak mudah. Konsepnya kontroversial, bisa merugikan, tapi juga bisa diterima rasional. Selalu ada sisi positif dan negatif. Dalam webinar ini kita akan diskusikan cara melihat goodwill yang rasional.
Diterbitkan: 18 Sep 2021—Diperbarui: 18 Feb 2022