Ronald Read, pegawai biasa yang meninggalkan warisan saham 8 juta dolar. (Foto courtesy Wall Street Journal).
Ronald Read, pegawai biasa yang meninggalkan warisan saham 8 juta dolar. (Foto courtesy Wall Street Journal).

Ronald Read, meninggal di usia 92 tahun pada Juni tahun lalu, adalah warga Brattleboro, Vermont, Amerika Serikat. Selama hidupnya, Ronald bekerja sebagai pegawai biasa dan pesuruh di toko J.C. Penny. Ia juga pernah bekerja pom bensin milik saudaranya. Meski hanya pekerja biasa, ia mewariskan sertifikat saham hampir 8 juta dolar. Sudah menduda lama dan meninggalkan dua anak tiri, dia mewariskan hampir seluruh hartanya itu untuk perpustakaan lokal dan rumah sakit.

Ketika meninggal, Ronald memiliki sertifikat saham setebal 5 inci (12,7 cm) di safe deposit box miliknya. Ronald memiliki sertifikat saham dari 95 perusahaan, tersebar di berbagai sektor usaha: perusahaan rel kereta api, perusahaan utilitas, bank, healthcare, telekomunikasi, dan produk konsumsi. Beberapa saham terbesar adalah perusahaan blue-chip seperti Procter & Gamble, J.P. Morgan Chase, General Electric, dan Dow Chemical. Saham-saham itu telah dimilikinya bertahun-tahun, jika bukan beberapa dekade. Misalnya saham Pacific Gas & Electric dibelinya pada 1959 senilai $2.380. Dengan memperhitungkan beberapa kali pemecahan saham, saat ini nilai sahamnya adalah $10.375.

Menurut kawan-kawannya, Ronald hidup secara sederhana. Bisa dikatakan hemat. “Kalau bisa menghemat satu sen pun, dia akan melakukannya,” kata Bridget Bokum, pengelola asetnya di Wells Fargo. Kadang dia memarkirkan Toyota Yaris miliknya jauh dari tempat yang dikunjunginya hanya untuk menghemat parkir. Kawannya tahu dia berinvestasi saham, tapi tak pernah menyangka harta kekayaannya sebesar itu.

Kawannya bilang Ronald biasanya membeli saham perusahaan yang dikenalnya dan perusahaan yang memberi dividen. Ketika menerima cek dividen ia biasanya langsung menanam kembali uang tersebut ke lebih banyak saham, demikian menurut pengeloa asetnya, Nona Bridget Borkum.

Ronald diketahui tak pernah menjual saham yang dibeli. Setelah dibeli, sertifikat saham itu disimpan dan ditahannya. Dengan tidak menjual saham, secara tidak langsung ia bisa menghemat pajak penjualan saham, serta menghindari biaya transaksi yang tinggi. Selain itu, hal ini juga menjadi gaya investasinya. Meski demikian, menurut Bridget Borkum, ada beberapa saham miliknya yang termasuk investasi gagal, seperti Lehman Borthers Holdings, perusahaan keuangan yang gulung tikar pada masa krisis 2008.

Diceritakan pula, Ronald menggantungkan riset investasinya dari media cetak umum. Ia berlangganan The Wall Street Journal dan Barron’s. Selain itu dia sering pergi ke perpustakaan lokal. Dia juga berdiskusi tentang investasi dengan tetangganya yang juga penasihatnya di Wells Fargo.

Ini mungkin kisah sejati seorang investor tulen. Investor tulen. Saya perlu ulang istilah ini, karena hal ini penting. Bukan trader. Bukan spekulan. Inilah contoh bahwa investor umum pun bisa melipatgandakan investasinya asal ia sabar, memilih perusahaan yang telah diketahuinya, secara kualitas dan juga membagikan dividen.

Ronald mungkin bukan Warren Buffett. Skala investasinya jauh berbeda, 8 juta dolar vs 70 milyar dolar. Buffett juga masih hidup. Harta Buffet masih bisa bertambah.

Namun, dari keduanya, perilaku investasinya tidak berbeda, dengan gaya investasi dan nasib yang berbeda.

Bila kemudian Ronald juga memberikan sebagian besar hartanya yang jutaan dolar itu untuk rumah sakit dan perpustakaan lokal. Ini telah dilakukan Buffet juga dengan mengatur hampir seluruh hartanya bila meninggal nanti. Ah, betapa mulianya mereka.

Tulisan ini disarikan dan diterjemahkan tanpa ijin dari artikel di WSJ: Route to an $8 Million Portfolio Started With Frugal Living (segala kredit untuk penulis asli di WSJ).


Diterbitkan: 29 Apr 2015Diperbarui: 18 Feb 2022