Membaca wawancara Lo Keng Hong ini, saya langsung terkesima, ternyata ada sosok investor Indonesia yang mempunyai gaya investasi nilai–ala Graham/Buffett–dengan memilih perusahaan secara hati-hati, memilih perusahaan yang menguntungkan dan manajemen yang baik, yang harga sahamnya masih murah. Dan investasinya tumbuh puluhan ribu persen. Mencengangkan! Gaya investasinya adalah fundamental dan jangka panjang, ia menyimpan sahamnya bertahun-tahun, selama perusahaan tersebut menguntungkan. Inilah inspirasi baru bagi saya. Berikut kutipan-kutipan menarik yang saya kira perlu kita telaah:

Saya punya saham sekitar 30 emiten, antara lain di Multibreeder Adirama Indonesia Tbk (MBAI), dengan kepemilikan 8,29% lebih. Saham saya banyaknya bukan di LQ45. Kepemilikan saya di saham lain di bawah 5%. Saya tipe investor jangka panjang.

Kalau trading, dapatnya receh, kalau jangka panjang dapat uangnya besar. Saya pegang saham ini sudah enam tahun. Saya beli tahun 2005 seharga Rp 250 dan harganya sempat menyentuh Rp 31.500. Belum saya jual, padahal gain-nya sudah 12.600%.

Itulah yang terjadi. Kebanyakan orang lebih tertarik keuntungan instan dari saham. Bukan mengharap keuntungan jangka panjang, padahal itulah tujuan sejati dari berinvestasi di saham. Menarik di sini bahwa portfolionya kebanyakan bukan di LQ45. Gaya saya juga seperti itu, meski belakangan agak mengkoleksi saham-saham LQ45. Tapi alasan saya cuma satu, karena belum mendapatkan sebuah perusahaan bagus pada harga yang menarik, seperti yang dulu saya lakukan dengan saham CLPI. Hal menarik kedua, kalau kita bermain jangka pendek, kita akan mendapatkan eceran. Ingat itu!

Saya lihat manajemen. Apakah menerapkan good corporate governance (GCG) atau tidak. Saya cari dari kompetitornya, biasanya mereka tahu. Saya cari tahu agar tidak beli kucing dalam karung, karena ini menyangkut harta saya.
Lalu hal lain setelah fundamental:
Harga. Saya lihat dari price to earning ratio (PER)-nya. Jangan bilang saham A karena harganya Rp 250 dibilang murah, dan saham B yang harganya Rp 70.000 dibilang mahal. Maksudnya, saham yang harganya Rp 70.000 bisa lebih murah dibanding saham yang harganya Rp 250. Kita lihat kemampuan emitennya dalam membukukan keuntungan.
Lalu bagaimana menjawab bila sudah memilih saham bagus, tapi nilainya malah turun?
Mental bisa bagus saat kita tahu apa yang kita beli. Kebanyakan orang panic karena mereka tidak tahu apa yang mereka beli.
Dia juga bilang tidak memantau saham sehari-hari. Investor (atau spekulator), banyak yang hanya ikut-ikutan:
Saya lihat investor di pasar modal kebanyakan ikut-ikutan. Saat market mengalami booming, semua masuk. Saatmarket buang-buang saham, mereka ikut-ikutan.
Jadi, cara pandang fundemantal adalah kuncinya. Kemudian, horizon investasi adalah jangka panjang. Ia menambahkan di akhir wawancara dan merupakan kunci rahasia investasinya, seperti juga yang dilakukan Buffett.
Saat IHSG terkoreksi, wajar saja kalau nilai portofolio saya ikut turun. Tetapi ketika turun, saya sama sekali tidak ikut-ikutan menjual, bahkan saya membeli dan menambah saham saya, karena saya yakin satu hari saham-saham saya akan naik kembali, bahkan dapat lebih tinggi dari sebelumnya.
 


Diterbitkan: 18 Nov 2011Diperbarui: 9 Feb 2022