Seperti sudah saya ungkap pada tulisan sebelumnya, perkembangan ekonomi dunia saat ini sedang dalam masa siaga. Amerika Serikat (AS) sebagai kekuatan ekonomi dunia sedang menunggu keputusan strategis tentang plafon hutang mereka. Bila politisi A.S. tidak menyetujui hutang baru ini, dikhawatirkan A.S akan default alias divonis tidak mampu bayar hutang, lalu obligasi A.S. akan berharga rendah, suku bunga A.S akan naik. Akibatnya menjalar ke seluruh negara di pelosok bumi. Cina yang mempunyai surat hutang besar dalam denominasi A.S. mungkin akan kabur atau juga mengalami penurunan aset mereka. Sementara itu Eropa juga masih dibayangi ancaman baru dari Irlandia, Portugal, dan Yunani (meski sudah diselamatkan beberapa waktu lalu).

Sebagai investor bijak kita harus mampu mengantisipasi krisis. Jangan sampai investor hanya terlena dengan kenaikan dan rekor IHSG beberapa waktu ini. Dibalik setiap kenaikan pasti ada penurunan, dan bila burung terbang terlalu tinggi tentu jatuhnya akan lebih menyakitkan. Langkah antisipasi yang bagaimana yang bisa kita lakukan? Graham mengajarkan setidaknya kita membagi risiko portfolio kita. Kalau menganggap diri kita sebagai investor aktif, maka saya bisa lebih berat ke saham dibanding portfolio lain. sejatinya 75% saham dibanding 25% portfolio lain yang lebih stabil, bisa kas, deposito atau obligasi. Kalau kita menganggap diri kita sebagai investor defensif, yang lebih fokus pada tidak turunnya aset dengan metode paling aman, maka kita harus menyeimbangkan portfolio saham dengan dana kas atau obligasi, sejatinya 50% saham dan 50% yang lain. Bila perlu, investor defensif bisa melangkah lebih aman lagi, 25-30% saham dan 75% - 70% lainnya.

Karena saya yakin diri saya mampu (secara mental dan dana, meski tidak seberapa) menghadapi potensi risiko ini, dan saya juga yakin diri saya adalah investor aktif, maka saya memutuskan 25% portfolio saya dialihkan ke instrumen yang lebih tetap. Dari dana yang terkumpul awal Juli lalu, tercatat kas investasi BolaSalju.com adalah sekitar Rp60 juta rupiah. Maka 25% dari jumlah ini, yaitu Rp15 juta sudah saya amankan dalam bentuk kas. Lalu ke mana saya menanam dana ini? Apakah hanya ditaruh dalam bentuk kas di rekening sekuritas? Tidak, pilihan kas kurang bijak, selain bisa terganggu oleh investasi, dana di kas kurang berkembang dengan baik. Beberapa pilihan yang saya pertimbangkan untuk menyimpan dana ini:

  • Ditanamkan dalam instrumen Obligasi Ritel Indonesia (ORI) 008 yang akan terbit  Oktober nanti dengan kupon diharapkan lebih tinggi daripada deposito
  • Ditanamkan di obligasi lain yang ada di pasar sekunder
  • Ditanamkan di deposito
  • Ditanamkan di emas
  • Ditanamkan di reksadana berbasis pendapatan tetap, karena kinerjanya lebih tinggi sedikit dibanding deposito dan juga reksadana pasar uang.
Karena mempertimbangkan proses aplikasi obligasi yang agak rumit dan lama (baik dalam pembelian atau penjualan), juga nilai dana yang tidak seberapa, keputusan saya jatuhkan pada pilihan terakhir yaitu menanamkan dana cadangan ini di reksadana pendapatan tetap. Pilihan reksadana saya jatuhkan pada Schorder Dana Mantap Plus II, yang mempunya historis kinerja di atas 10% dalam satu tahun. Saya kira hal ini lumayan bagus. Saya sudah menanamkan dana tersebut sejak pertengahan Juli lalu. Selanjutnya portfolio ini akan saya cantumkan di halaman portfolio investasi dan juga akan saya mutakhirkan di laporan keuangan triwulan berikutnya.

Saya berpikir bahwa setiap investor bijak dan pintar seyogyanya punya dana cadangan investasinya, setidaknya 30%-20% dananya diamankan dalam investasi berpendapatan tetap, bisa obligasi, reksadana pendapatan tetap, atau deposito. Gunanya adalah untuk mengantisipasi krisis. Seandainya krisis benar-benar datang, bagaimana keputusan kita?

Bila seandainya krisis itu benar-benar datang, pasar saham tentu akan jatuh, turunnya mungkin drastis dan fatal. Saya mengantisipasi bila kejatuhan saham hingga 40-50% dari nilai sekarang. Bila kita memegang saham-saham nilai kapital kecil, bisa jadi kejatuhannya akan lebih parah. Tapi bisa pula tidak. Kemungkinan masih banyak. Dan jangan lupa, dalam melangkah ke setiap tahapan investasi kita selalu mengambil langkah konservatif, yaitu mencari perusahaan-perusahaan yang sedang berada di bawah nilai aslinya, maka harapan kita seandainya krisis pun mereka turun tidak parah, atau justru menjadi anomali di tengah saham-saham lain yang memang dasarnya sudah overpriced.

Bila seandainya krisis itu tidak datang, syukurlah, tentu saham-saham kita akan stabil atau justru mengalami kenaikan yang lumayan. Bila ada rejeki tambahan, sebaiknya dana cadangan ikut ditambah pula. Yang penting menjaga portfolio seimbang, dengan 25% dalam dana cadangan.

Selama berinvestasi!


Diterbitkan: 31 Jul 2011Diperbarui: 9 Feb 2022