Saham adalah sebuah konsep memiliki bagian dari sebuah perusahaan. Ikut andil. Awalnya semua orang sepakat tentang hal itu. Orang bangga mempunyai saham perusahaan. Mereka menyimpan saham bersama perhiasan dan barang berharga lainnya. Saat itu orang-orang cenderung lama memegang saham.

Tapi bentuk saham sudah berubah. Dulu secarik kertas yang bagus, terlihat bagus dan indah, dan orang bangga menempelkannya di dinding, kini menjadi secarik kupon digital. Konsep kepemilikan saham pun berubah. Visi orang tentang saham jadi berubah. Rata-rata kepemilikan saham dari tahunan, bulanan, turun menjadi puluhan hari atau bisa jadi 5 harian. Bahkan ada orang-orang yang memegang saham hanya dalam hitungan jam. Apakah saham itu dianggap seperti kupon lotere? Apakah saham sekarang dianggap sebagai judi yang dilegalkan? Itulah kenyataan.

Lalu bagaimana dengan konsep awal memiliki perusahaan? Apakah masih layak dipertimbangkan di masa kini?

Untuk menjadi investor, kita harus mampu menancapkan makna sesungguhnya dari saham, yaitu memiliki (sebagian) perusahaan. Dengan mempercayai prinsip ini sikap kita terhadap saham pun berubah.

Selektif Memilih Perusahaan

Kalau kita ingin menjadi salah satu pemilik suatu perusahaan, maka kita akan lebih berhati-hati memilih perusahaan di mana kita ingin ikut berinvestasi.

Ketika akan membeli mobil, membeli motor, atau hanya membeli sebuah handphone, kita biasanya mau meluangkan waktu entah satu minggu, satu bulan, atau beberapa hari untuk mencari barang yang paling bagus. Kita bahkan membuat lembar kerja, membandingkan satu mobil dengan mobil lain. Kita meriset banyak hal: harga, konsumsi BBM, daya tampung, kepuasan pembeli sebelumnya, faktor keselamatan dan sebagainya. Ketika kita sudah mantap, kita bahkan perlu mengajak istri dan anak untuk menengok calon mobil itu, mencoba bersama-sama, lalu berdiskui dengan keluarga apa mobil tersebut cocok bagi mereka. Ada kalanya istri tidak cocok karena modelnya terlalu muda, ia ingin model agak klasik. Sang suami berkompromi, lalu mencari calon mobil baru. Begitulah seterusnya sampai ketemu mobil yang cocok dengan harga yang cocok.

Sikap berhati-hati seperti membeli mobil itulah yang juga harus dimiliki seseorang yang ingin menjadi investor saham. Sikapnya harus seperti akan memiliki perusahaan itu selamanya, atau dalam masa tertentu. Seperti memiliki mobil, kita berharap suatu mobil memberi manfaat kepada kita, entah sampai tiga tahun (masa kredit mobil pada umumnya), atau hingga lebih lama lagi, sampai 5 hingga 10 tahun.

Memiliki saham juga demikian. Kita berharap saham itu memberi keuntungan kepada kita. Keuntungan saham bukan hanya dari kapital (perubahan harganya saja), tapi juga dari dividen dan potensi pertumbuhan perusahaan. Namun memiliki perusahaan dari saham bukan hanya itu saja, bahkan kita bisa berharap sebuah perusahaan akan kita memiliki selama masa investasi kita seterusnya, asal perusahaan itu tetap punya prospek, memberi dividen bagus, dan selalu tumbuh. Hebatnya lagi, dengan memiliki saham kita tidak perlu mengeluarkan ongkos perawatan rutin seperti mobil.

Nah, pertanyaannya, kalau manfaat saham lebih banyak daripada mobil, kenapa kita tidak mau meluangkan waktu lebih banyak dalam memilih perusahaan yang akan kita miliki sahamnya?

Sikap Seorang Pemilik

Setelah memiliki mobil, apa yang kita lakukan? Ya merawat, mencuci, melakukan ganti oli secara rutin, dan seterusnya. Kalau ada mobil terserempet kita langsung memperbaiki dan mengecet ulang. Pendeknya, kita menyayangi mobil seperti menyayangi diri kita sendiri.

Sikap pemilik perusahaan seharusnya demikian. Tentu saja sikap sayangnya berbeda dengan menyayangi mobil. Setelah kita hati-hati dalam memilih perusahaan, kita tentu yakin perusahaan yang kita miliki adalah yang terbaik dari sisi performanya, punya potensi tumbuh, punya manajemen bagus, dan kita membeli saham pada harga terbaik. Maka kita tinggal merawatnya.

Bagaimana cara merawatnya? Sebenarnya mudah. Sikap pemilik perusahaan biasanya mengunjungi lokasi pabrik, mengunjungi kantor, ngobrol dengan karyawan, berbicara dengan pelanggan, berbicara dengan pesaing, menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), mencoba produk hasil perusahaan itu, mencoba produk pesaing, dan sebagainya. Apakah mungkin melakukan itu semua? Mungkin bisa, mungkin tidak. Tentu saja ini tergantung kita. Kalau tidak mampu melakukan semuanya minimal beberapa hal saja: seperti mencicipi produk hasil perusahaan, membaca atau riset bisnis perusahaan, juga menghadiri RUPS.

Sebagai pemilik tidak langsung tentu hak dan waktu kita terbatas, misalnya ada perusahaan yang performanya buruk, kita tidak bisa langsung meminta direksi diganti, kecuali kita adalah pemegang saham mayoritas. Seandainya seiring waktu berjalan sebuah perusahaan buruk, kita bisa memvotingnya setelah melalui evaluasi mendalam. Cara voting tentu saja dengan melepas sahamnya. Yang paling penting, dalam kenyataan tidak ada pemilik perusahaan yang hanya ingin memodali perusahaan dalam sehari, lalu esoknya berubah pikiran. Atau lima hari, lalu berubah pikiran. Memiliki perusahaan melalui saham adalah memilikinya, dalam waktu yang lebih lama.

Mumpung masih bicara RUPS, apakah ada yang pernah hadir di RUPS? Saya menghadiri RUPS pertama saya kemarin. Ini adalah pengalaman yang mengesankan. Dari beberapa peserta yang hadir, ada 6 orang yang duduk di kursi audien, termasuk saya. Peserta lain adalah direksi (5 orang), 1 orang auditor, dan 2 orang dari notaris. Dari 6 orang tersebut, tiga orang adalah karyawan perusahaan itu. Jadi mungkin hanya tiga orang peserta RUPS. Hebat bukan? Saya melihat beberapa orang lain yang mendaftar sebagai pemegang saham, tapi mereka hanya mengambil laporan keuangan, mencicipi kue dan teh, lalu kabur. Saya mengikuti RUPS dari awal hingga selesai. Saya juga menghadiri Public Expose perusahaan itu. Kalau ditanya kenapa orang enggan mengikuti RUPS, saya yakin kemungkin terbesar adalah karena RUPS itu membosankan. Terlalu formal dan tidak ada humor. Lalu kenapa saya menyarankan minimal kita menghadiri RUPS? Karena RUPS adalah langkah sederhana, selain mencicipi produk perusahaan. Dari RUPS itulah salah satu cara kita mengenal manajemen perusahaan. Dari RUPS itu kita bisa merasa kejujuran manajemen. Dari RUPS dan Public Expose itu kita bisa melihat bagaimana manajemen perusahaan menjawab serangan pertanyaan wartawan dan publik tentang kinerja perusahaan. Saya tidak menyesal mengikuti RUPS kemarin, bahkan saya punya rencana untuk mengikuti RUPS seluruh perusahaan yang sahamnya saya miliki. Pengalaman kemarin membuktikan bahwa saya semakin sayang terhadap perusahaan yang saya miliki, semakin kagum dengan kinerjanya, semakin hormat kepada manajemen, saya semakin ingin memiliki saham perusahaan ini sebagai investasi jangka panjang.

Selain menghadiri RUPS, saya juga ingin mengunjungi kantor atau pabrik perusahaan yang sahamnya saya miliki, juga melakukan langkah-langkah lain selayaknya pemilik perusahaan. Dalam rencana kunjungan, selain untuk mendapatkan cetakan laporan tahunan (mencetak sendiri butuh kertas banyak!), saya juga ingin merasakan aura perusahaan itu, bagaimana karyawan bekerja di sana, dan perasaan umum pemilik terhadap perusahaannya.

Sikap seorang pemilik perusahaan tentu berbeda dengan sikap seorang penjual kupon lotere. Seorang pemilik perusahaan tentu berbeda sikap dengan penjudi. Seorang penjudi yang rugi dengan suatu saham bisa saja benci setengah mati terhadap suatu saham karena merugikannya ratusan juta, tapi kemudian ia masih berjudi dengan perusahaan lain yang disangkanya menguntungkan, atau yang selama ini masih memberi ia keuntungan. Sikap seorang pemilik akan berbeda. Ia akan berusaha memiliki saham perusahaan, tanpa berusaha menjualnya meski harga sahamnya bergejolak. Bahkan ia akan berusaha semakin memiliki perusahaan, dengan menambah sahamnya. Ia akan melupakan fluktuasi harga saham dan membeli pada harga yang dirasanya baik.

Nilai Seorang Pemilik

Dengan masuk investasi saham saya punya rencana menjadikannya investasi jangka panjang untuk uang kuliah anak saya, untuk pensiun, atau untuk jalan-jalan di masa tua. Saya tentu ingin nilainya tumbuh pesat.

Sejak saya menemukan arti memiliki perusahaan, sikap saya terhadap pergerakan harga saham pun berubah. Biarpun porsi kepemilikan kita sepersekian juta saja, tapi hal ini penting. Saya memang tergoda untuk memiliki saham dan hanya memanfaatkannya untuk mencari keuntungan dari nilai harganya saja. Warren Buffett pernah mengatakan dirinya adalah 75% Graham dan 15% Fisher. Saya menyatakan diri sama dengan dia. Fisher menanamkan keyakinan baru akan memiliki saham, yaitu memilikinya lebih penuh dan serius.

Memiliki saham adalah memiliki nilai sebuah atau beberapa perusahaan dan menjadikan mereka tumbuh bersama pertumbuhan nilai investasi kita. Memiliki perusahaan melalui saham bukan hanya memilikinya dalam tiga hari, atau memilikinya dan menjualnya ketika harganya sudah tinggi, tapi memilikinya untuk selama-lamanya secara sungguh-sungguh sepanjang kita yakin dengan potensi perusahaan. Ini membutuhkan sikap yang keras. Ini membutuhkan sikap yang tegas. Ini membutuhkan keyakinan tinggi, dan juga kesabaran. Dari menanamkan sikap seperti seorang pemilik inilah kita nanti akan mendapatkan nilai. Mari kita ijinkan waktu membuktikan kita menjadi pemilik perusahaan.


Diterbitkan: 15 Jun 2011Diperbarui: 9 Feb 2022